Tanaman Pelahap Daging

By , Jumat, 28 Juni 2013 | 09:48 WIB

Seekor lalat yang lapar melesat terbang melewati sekelompok pohonan pinus di North Carolina. Karena tertarik oleh sesuatu yang tampak seperti wangi nektar yang berasal dari tambalan sekumpulan mirip bunga merah di tanah, lalat itu mendarat di bantalan tebal empuk pada sehelai daun berwarna kemerahan.

Dia menyesap cairan manis yang mengalir berlelehan  dari daun, menyapukan kakinya ke sehelai bulu halus di permukaan daun, lalu menyapukan lagi kakinya yang lain. Tiba-tiba dunia si lalat dikepung oleh dinding.

Kedua sisi daun saling menutup, deretan duri di sepanjang pinggirannya saling mengunci seperti gigi gerigi perangkap yang berbentuk seperti rahang. Ketika si lalat berjuang hendak melepaskan diri, perangkap itu merapat dan terus tertutup merangsek hingga menutup rapat.

Sekarang, alih-alih menawarkan nektar manis, daun itu mengeluarkan enzim yang menggerogoti isi perut si lalat, berangsur-angsur mengubahnya menjadi cairan yang lengket. Si lalat mengalami penghinaan paling parah bagi binatang: Ia tewas dilahap tumbuhan.

Sabana pinus yang berawa dalam radius 140 kilometer di dari Wilmington, North Carolina, adalah satu-satunya tempat di planet ini yang merupakan habitat asli penjebak-lalat, Venus flytrap (genus Dionaea). Tempat ini juga merupakan habitat beberapa spesies lain tumbuhan karnivora, yang kurang terkenal dan lebih luas sebarannya, namun tidak kalah anehnya.

Kita dapat menemukan tumbuhan berkantung yang daunnya seperti gelas sampanye yang tinggi langsing, dan ke dalam kantung itulah serangga (dan kadang-kadang hewan berukuran lebih besar) menghilang lupa diri dan mati.

Dalam artikel Pikatan Maut yang pernah terbit di National Geographic Indonesia, Charles Darwin, si pencetus ide evolusi manusia, terpesona akan tumbuhan ini. Pada tahun 1860, segera setelah ia menemukan tumbuhan karnivora untuk pertama kalinya —sundew Drosera— di padang rumput lahan yang basah di Inggris.

Penulis Origin of Species itu menulis, "Aku lebih tertarik pada Drosera dibandingkan dengan asal-usul semua spesies lainnya di dunia." Dia menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk melakukan percobaan pada tumbuhan tersebut.

Dia menjatuhkan lalat ke atas daunnya dan memperhatikan tumbuhan itu perlahan-lahan melipat tentakelnya yang lengket untuk menyelimuti mangsanya. Dia menggoda tumbuhan itu dengan serpihan daging mentah dan kuning telur. Dia kagum ketika saat mengamati betapa berat bobot sehelai rambut manusia pun sudah cukup untuk memicu reaksi tumbuhan itu.

"Bagiku, boleh dikatakan nyaris tidak ada kenyataan yang lebih memukau daripada peristiwa ini dalam dunia tumbuhan," ujarnya.