Nyiragongo, gunung api yang tingginya tiga kilometer lebih, menjulang di sisi timur Republik Demokratik Kongo (RDK). Merupakan salah satu gunung api paling aktif di dunia serta yang paling jarang diteliti.
Ia berada di Great Rift Valley, tempat bercabangnya lempeng benua Afrika, dan gempa bumi kecil terus-menerus mengguncang gunung api itu. Batu kerikil berjatuhan menuruni dinding. Bebatuan seukuran ruko tampak goyah seperti gigi yang hampir lepas. Gunung itu tampak akan runtuh setiap saat.
Di bagian tengahnya, bersemayam di dalam bentukan kerucut yang terbentuk dari muncratan lava yang masih belum mengeras saat jatuh dan berbentuk mangkuk sup, tampak pemandangan memukau: sebuah danau lava.
Diameter danau itu 200 meter—salah satu yang terbesar di dunia—dengan permukaan mirip kaleidoskop yang memesona. Lempeng hitam terpotong oleh retakan jingga yang tidak rata, dengan ganas berlika dan memutar.
Danau itu meraung seperti pesawat jet lepas landas dan mengeluarkan asap putih tebal yang terdiri atas puluhan jenis gas maut. Bahkan dari tepinya pun para ilmuwan dapat merasakan hawa panasnya. Lava sepanas 980 derajat Celcisu meletup-letup dari danau, menyemburkan geiser berwarna jingga cerah.
Beberapa kali per menit—setinggi 10 meter, 20 meter, 30 meter, pecah menjadi lengkungan yang dengan cepat menghilang, dari bebatuan cair yang terbentuk dengan warna jingga hingga hitam di udara saat mendingin.
Danau itu seperti bernapas, mengembang dan mengempis, naik dan turun. Tingkat permukaannya berubah-ubah lebih dari satu meter dalam waktu beberapa menit, menakjubkan sekaligus mengerikan.
(Baca juga: Goma, Kota Paling Berbahaya di Muka Bumi)
Setiap hari danau lava itu melepaskan sekitar 6.300 ton kubik sulfur dioksida, unsur utama dalam hujan asam.
Jumlah ini melebihi jumlah total dari semua mobil dan pabrik di seluruh Amerika Serikat. “Ibarat sebuah cerobong asap raksasa,” ujar Dario Tedesco, vulkanolog Italia yang meneliti gunung ini.
Lingkungannya sangat berbahaya, udaranya penuh dengan asam dan partikel logam halus. Tetesan hujan mendesis saat mendarat di fumarol. Topeng gas harus digunakan. Dalam waktu beberapa hari saja, tarikan ritssluiting sudah berkarat; lensa kamera mulai rusak.
Gunung ini pernah menghsilkan letusan dahyat pada 1977, kala lava meluncur deras melalui pegunungan dengan kecepatan lebih dari 95 kilometer per jam, aliran tercepat yang pernah teramati. Ratusan orang tewas, meskipun aliran itu sudah mengeras sebelum mencapai pusat kota.
Pada 2002 gunung api itu menyemburkan lebih dari 11 juta meter kubik lava ke pusat kota Goma, menghancurkan 14.000 rumah, mengubur bangunan hingga ke bagian atas lantai pertama, dan memaksa 350.000 orang warga lari menyelamatkan diri.
Namun, kedua letusan itu boleh dikatakan berakibat ringan, jika dibandingkan dengan keganasan yang diperkirakan bisa dilepaskan Nyiragongo saat letusan berikutnya.
Artikel ini bagian dari feature Gunung Api di Pelupuk Mata yang terbit pada April 2011