Agustus selalu menjadi bulan "sakral" bagi masyarakat Indonesia. Para warganya hafal betul betapa pada bulan tersebut tercantum tanggal kemerdekaan mereka dari bentuk kolonialisasi.
Untuk bisa melangkah ke perayaan kemerdekaan ke-68 pada tahun 2013 ini, dibutuhkan pengorbanan. Enam bulan pertama kemerdekaan misalnya, di mana Republik ini dirongrong percobaan Belanda kembali berkuasa dan penolakan oposisi dari dalam.
Rongrongan dari luar membuat kondisi Jakarta pada awal Januari 1946 tidak lagi kondusif. Pemerintah RI akhirnya memutuskan pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke DI Yogyakarta. Sekalipun demikian, Perdana Menteri Syahrir tetap berada di Jakarta untuk mempermudah mengadakan hubungan dengan dunia internasional demi kepentingan perjuangan. Pada belahan barat Indonesia, Ibu Kota Provinsi Sumatra juga telah dipindahkan dari kota Medan ke Bukittinggi.
Dari sisi dalam, banyak kebijakan Pemerintah Indonesia yang ditentang warganya sendiri. Salah satu wujudnya adalah front oposisi bernama Persatuan Perjuangan yang diketuai Tan Malaka. Mereka menentang kebijaksanaan Pemerintah yang membuka kesempatan berunding dengan pihak Belanda. Pihak ini lebih menyukai terus bertempur sampai penjajah pergi.
Kala 15 Januari 1946, Persatuan Perjuangan telah menyusun programnya yang berisi, pertama, berunding atas pengakuan kemerdekaan seratus persen. Kedua, pembentukan pemerintah rakyat. Ketiga, pembentukan tentara rakyat.
Keempat dan kelima yakni melucuti tentara Jepang dan menyita serta menyelenggarakan pertanian dan perkebunan milik musuh. Terakhir, menyita dan menyelenggarakan perindustrian milik musuh.
Namun, di mata D Soeprapto, Wakil Pemimpin ,,Soeara Rakjat", penerbitan Modjokerto, nampaknya melihat sikap oposisi itu tiada masalah. Seperti dikutip dari tulisannya berjudul Repoeblik Indonesia dipandang dari dalam.
"Djiwa Indonesia jang berabad-abad merasa terikat pada detik peringatan [pernyataan kemerdekaan] itoe, merasa bebas dan menghilangkan semoea perasaan jang membelenggu djiwa rakyat. Sedjak itoe terlihat dengan tegas berkembangnja segala sifat-sifat jang baik dan jang diarahkan kepada toedjoean pembangoenan negara jang bahagia."
Ditegaskan kembali oleh Soenarjo, Pemimpin Redaksi ,,Berdjoeang" bahwa wajib dicamkan di masa yang genting (enam bulan pertama kemerdekaan) tak ada kepentingan yang lebih besar dari pada kepentingan bangsa.