Kota Solo, Jawa Tengah dipilih merepresentasikan Indonesia menjadi tuan rumah World Toilet Summit pada 2-4 Oktober 2013. Perjuangan yang dilakukan Asosiasi Toilet Indonesia (ATI) sejak tahun 2005 untuk menjadikan Indonesia tuan rumah itu berhasil.
Seluruh instansi terkait, termasuk Pemerintah Kota Solo, Dinas PU, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, ATI, Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan, dan warga pun tengah mempersiapkan gelaran internasional ini. Perhelatan ini sebelumnya diselenggarakan di Durban, Afrika Selatan.
Enny Herawati, Sekjen ATI mengatakan, World Toilet Organization menggandeng Solo sebagai tempat melangsungkan konferensi masalah sanitasi ini tidak lepas dari sistem sanitasi berbasis masyarakat (sanimas) yang tertata rapi. Limbahnya — dengan teknologi pengolahan limbah yang disebut Decentralized Waste Waster Treatment System — diubah ke energi biogas.
Kota Solo adalah contoh dalam pengelolaan sanitasi. Sampai beberapa tahun lalu, terang Enny, Solo masih termasuk zona merah dalam hal sanitasi. Bahkan di beberapa wilayah masih tidak punya toilet pribadi.
Alhasil, ada sebuah tempat yag difungsikan sebagai toilet umum. Tetapi kondisinya bisa dibilang menjijikkan, dengan bau busuk mencemari lingkungan.
Wali Kota Solo pada waktu itu Joko Widodo (menjabat periode 2005-2012), yang gerah melihat kondisi sanitasi bertindak melakukan pembenahan sanitasi. Jokowi membuat perbaikan bersifat revolusioner untuk mengatasi problem sanitasi buruk di sana.
Perbaikan tingkat kebersihan, perawatan sanitasi, serta penataan keapikan kota berbanding lurus dengan perbaikan taraf kesehatan masyarakat. Sekarang sudah lebih dari 40 titik sanimas yang dapat dikelola oleh masyarakat langsung.
Seperti deklarasi yang dikeluarkan WTO pada 2005, "A nation without good toilet is a nation without culture"; Solo bisa menjadi contoh wajah Indonesia di dunia internasional, negara yang berbudaya.