Rokatenda Masih Belum Selesai

By , Rabu, 14 Agustus 2013 | 14:11 WIB
()

Letusan Gunung Rokatenda di Pulau Palue, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, pada Sabtu (10/8) pekan lalu, diperkirakan belum berakhir. Letusan itu tercatat sebagai letusan paling besar sejak 30 tahun terakhir.

Keganasannya diperkirakan belum selesai dan bisa menenggelamkan Pulau Palue. Dikatakan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Nusa Tenggara Timur Tini Tadeus, dari delapan desa di pulau ini, empat di antaranya sangat rawan dengan bencana setiap letusan terjadi.

Keempat desa itu adalah Lidi, Rokirole, Nitungle, dan Tuanggeo. Sebagian besar warga yang mengungsi, sebelum meninggalkan pulau, mengadakaan upacara adat untuk berpamitan. Namun, sekitar 38 orang yag merupakan sesepuh pulau, menolak pergi karena tidak ingin meninggalkan makam leluhur dan tanah kelahirannya.

Imaji Kabupaten Sikka, Flores, NTT, dengan Gunung Rokatenda (pulau kecil di bagian atas) yang berasap diambil menggunakan satelit NASA pada 29 April 2013. (Dok.NASA)

Dalam Data Dasar Gunungapi di Indonesia, Rokatenda termasuk gunung api tipe A, yaitu gunung api yang diketahui pernah meletus dalam sejarah.

Berdasarkan penelitian para gunungapiawan sebelum perang, jumlah gunung api tipe ini berbeda-beda. Tapi kira-kira jumlahnya sama, sekitar 70 buah.

Perbedaan ini disebabkan karena penggolongan berdasarkan pada data sejarah yang diperoleh dari penduduk setempat. Karena kesulitan berkomunikasi, tidak selalu dapat disampaikan pada para gunungapiawan.

Rokatenda memiliki nama lain Gapirok, Palowe (h), Paloe, Luca Raya, Rusa Raja, Nusa Kua, Nuha Lua. Sementara nama kawahnya adalah Rokatenda atau Rokatinda.

Menurut Neumann van Padang, pulaunya seluas 39,5 kilometer dengan letusan normal dari kawah puncaknya terjadi antara tahun 1600 - 1700. Matahelumual juga melaporkan letusan dari 200 tahun lalu, berdasarkan keterangan dari penduduk.

Salah satu letusan terbesar pada 4 Agustus - 25 September 1928. Tanah rusak dan korban manusia hingga 266 orang, sebagian besar disebabkan gelombang laut.

Kemudian pada 1 Januari 1964, muncul kubah lava dari letusan tahun 1928. Kegiatannya berlangsung lama dengan korban tewas satu orang dan tiga lainnya luka-luka.

Sementara, letusan pada 10 Agustus 2013 menyebabkan lima warga yang baru pulang melaut dan berada di pantai, tewas. Jumlah ini tercatat hingga Rabu (14/8), belum diketahui adanya tambahan korban lain.