Orangutan, Si Lembut yang (dulunya) Perkasa

By , Senin, 19 Agustus 2013 | 12:43 WIB
()

Pada 19 Agustus, masyarakat pecinta lingkungan merayakan Hari Orangutan Sedunia. Meski disambut meriah, peringatannya selalu dibarengi keprihatinan nasib orangutan yang masih berada dalam status terancam punah dalam daftar IUCN.

Orangutan sumatra (Pongo abelii) masuk dalam kategori "Critically endangered" dengan tren yang makin menurun. Sementara orangutan kalimantan (Pongo pygmeus) termasuk spesies yang "Endangered" dengan tren yang juga makin anjlok.

Padahal jika ditilik sejarah orangutan di muka bumi, ia merupakan salah satu spesies yang bertualang jauh dari Indonesia. Kala masa Pleistosen, orangutan bisa ditemukan hingga sejauh selatan Cina dan Pulau Jawa. Sekarang, mereka kesulitan mencari habitat yang jauh dari jangkauan pertambangan, perkebunan, pembangunan jalan, dan penebangan ilegal.

Habitatnya pun terbatas, hanya di bagian utara-barat Sumatra dan menyebar di Kalimantan. Jumlahnya? Sekitar 6.600 individu bagi orangutan sumatra pada tahun 2008. Bandingkan dengan sekitar 85 ribu individu orangutan pada 1900, penurunan sekitar 92 persen.

Sebagai solusi kelestariannya, dilakukan kegiatan konservasi. Di antaranya dilakukan di Kalimantan lewat The Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) yang mengadakan program konservasi dan rehabilitasi orangutan.

Individu orangutan yang dianggap bisa kembali beradaptasi dengan alam, akan dilepasliarkan ke hutan konservasi ke Bukit Batikap. Namun demikian, Ian Singleton, spesialis orangutan dan Direktur Konservasi di Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP), pernah mengatakan bahwa konvservasi sebenarnya berisiko bagi si orangutan.

(Ilustrasi, Thinkstock)

Tapi hal ini terpaksa dilakukan karena jika bertahan di hutan, si orangutan makin terdesak dan kemungkinan terbunuh.

Fungsi orangutanOrangutan mayoritas memakan buah, termasuk buah yang berbiji besar --suatu tantangan bagi beberapa spesies tertentu. Jika primata macam orangutan dipindah dari hutan berisi buah seperti ini, maka benih si pohon buah hanya akan tersebar dalam jarak pendek atau malah sama sekali tidak tersebar.

Pemindahan orangutan dari hutan juga berdampak pada reduksi stok karbon di hutan. Sebab, spesies pohon dengan biji besar cenderung berada di hutan lebat yang mengandung lebih banyak karbon.