Bergembira Sembari Memaknai Tortor

By , Rabu, 28 Agustus 2013 | 23:11 WIB

“Horas... Horas jala gabe.”

Para penari tortor menyapa ramah kepada tetamu, yang berasal dari berbagai negara. Mereka menampilkan tarian yang berasal dari suara entakan kaki penarinya di atas papan rumah adat Batak dengan anggun di pelataran lapangan terbuka yang dikelilingi rumah adat Batak di Museum Huta Bolon Simanindo, Samosir, Sumatra Utara. Para penari menggoyang-goyangkan tangan di muka dada dan menggerakkan kaki di tempat dengan iringan musik.

Bagi pejalan yang menjelajahi Samosir, pulau yang berada di tengah Danau Toba, tentu amatlah sayang apabila tidak menyaksikan pertunjukan tari tortor dan sigale-gale—patung yang terbuat dari kayu yang mirip seorang manusia. Setiap hari, Museum yang namanya telah masuk ke dalam daftar destinasi Lonely Planet ini menggelar pertunjukan tersebut.

Mendapatkan suguhan tari tortor yang unik nan anggun itu, kelima belas finalis Garuda Indonesia World Photo Contest 2013 segera membidikkan lensa ke arah para penari. Terlebih lagi, para finalis yang berasal dari mancanegara, seakan dahaga akan foto yang bertemakan budaya—salah satu kategori yang dilombakan.

Menurut studi, tortor Batak Toba adalah jenis tarian dari masa leluhur Batak Toba yang berasal dari wilayah Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, dan Samosir. Tarian untuk seremoni ini disajikan dengan musik gondang.

Tortor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan. Sebelum acara dilakukan terbuka terlebih dahulu tuan rumah (Hasuhutan) melakukan acara khusus yang dinamakanTua ni Gondang, sehingga berkat dari gondang sabangunan.

Togarma Naibaho, pendiri Sanggar Budaya Batak, Gorga, mengatakan bahwa tarian ini bertujuan untuk upacara kematian, panen, penyembuhan, dan pesta muda-mudi. Dan, tarian ini memiliki proses ritual yang harus dilalui. (Baca juga: Mengupas Sejarah dan Makna Tari Tortor).

Desi Ari Natalia dari Universitas Sumatra Utara yang melakukan penelitian mengenai tari tortor ini menyebutkan bahwa tari ini memiliki peranan penting dalam kegiatan adat masyarakat Batak Toba. Salah satu peranan tortor adalah makna perlambang status sosial. Dengan penyajian tarian ini maka seseorang dan orang lain dapat mengetahui posisinya di mata masyarakat. Selain itu, tortor memiliki pula makna bentuk penghormatan terhadap orang lain.

Kini, kegiatan manortor/tortor masih tetap dipertahankan. Biasanya berbagai upacara adat tak luput dari acara ini. Akan tetapi, ada beberapa pendapat yang mengatakan, kegiatan manortor sudah tidak seperti dulu lagi. Orang Batak yang sekarang sudah jarang ditemukan dapat manortor dengan baik. 

Terlepas dari perkembangannya, Museum Huta Bolon Simanindo, yang merupakan rumah adat warisan Raja Sidauruk. Sejak 1969, bangunan ini dijadikan museum terbuka berupaya melestarikan tarian itu hingga dapat disaksikan para wisatawan mancanegara.

Sebelum menutup pertunjukkan, para penari mengajak pengunjung menari bersama, lengkap dengan menggunakan ulos. Para finalis Garuda Indonesia World Photo Contest 2013 pun ikut menari. Dan, semuanya bergembira di hari yang mungkin bagi para fotografer tak memberikan harapan cerah—lantaran sempat diselingi gerimis di pengujung acara.

Tao Toba!