Konflik Keraton Solo Pengaruhi Citra Pariwisata

By , Kamis, 29 Agustus 2013 | 11:30 WIB

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo, Jawa Tengah, Widdi Srihanto berharap, Keraton Surakarta tetap menjadi tempat tujuan wisata yang nyaman. Konflik demi konflik yang terjadi di dalam keraton ini berpengaruh terhadap citra dan pariwisata Solo.

Untuk itu, Widdi, di Solo, Rabu (28/8), berharap kedua pihak yang berkonflik dapat segera bersatu. Pemerintah Kota Solo setiap tahun memberikan dana hibah Rp300 juta untuk perawatan Keraton Surakarta. Selain itu, Pemerintah Provinsi Jateng juga memberikan dana Rp 900 juta per tahun yang dapat digunakan untuk pelestarian keraton.

Dana hibah bagi Keraton Surakarta, lanjut Widdi, selama tiga tahun terkhir selalu dianggarkan dalam APBD koto Solo. Namun, Keraton Surakarta tdak mengajukan proposal anggaran karena belum dapat menyampaikan pertanggungjawaban untuk tahun sebelumnya.

Saling menungguTerkait penyelesaian konflik dalam keluarga Keraton Surakarta, kedua pihak yang bertikai masih saling menunggu bagi terbukanya komunikasi. Namun, kedua pihak menyatakan berkeinginan untuk saling berdamai.

Hal ini diungkapkan Wakil Pangageng Sasono Wilopo Kanjeng Pangeran (KP) Winarno Kusumo dari kubu Lembaga Dewan Adat Keraton yang dipimpin Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari (Gusti Moeng) dan Humas Keraton Surakarta Kanjeng Raden Haryo (KRH) Bambang Pradotonagoro dan kubu Sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Paku Buwono XIII. Kedua pihak juga menyatakan tidak keberatan jika diperlukan mediasi untuk menjembatani mereka.

"Sejak dulu kami ingin dan siap berdamai. Adik-adik [putra-putri PB XII] ingin bertemu langsung Sinuhun [PB XIII] tanpa pihak lain," kata Winarno.

Bambang mengatakan, pihaknya membuka diri terhadap upaya berdamai. Tetap keberatan jika disertai dengan sejumlah persyaratan. "Kami menyiapkan sejumlah langkah untuk berdamai. Tetapi saat ini menunggu situasi yang tenang dulu," katanya.

Konflik di Keraton Surakarta meletup kembali, Minggu (25/8) lalu saat Lembaga Dewan Adat Keraton menolak pengangkatan Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Panembahan Agung Tedjowulan sebagai Mahamenteri di keraton. Menurut sejarawan dari Univesitas Sebelas Maret, Susanto, konflik internal itu kini mengancam eksistensi dan wibawa keraton.