Kepala Bidang Peringatan Dini Cuaca Ekstrem, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Hariadi, mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini tengah mengalami puncak musim kemarau.
"Puncak kemarau September bulan ini," kata Hariadi, Selasa (3/9). Pada puncak musim kemarau, wilayah Jawa, Lampung, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi bagian selatan akan mengalami udara kering dan panas.
Kemarau tahun 2013 disebut kemarau basah karena masih dihiasi hujan. Namun, selama bulan September, potensi hujan di wilayah-wilayah tersebut sangat kecil. Wilayah yang masih berpotensi hujan antara lain Sumatra bagian tengah, Kalimantan, serta yang berdekatan dengan ekuator.
Hariadi menungkapkan, suhu panas selama puncak kemarau dipengaruhi oleh stabilitas udara. "Saat ini angin yang bertiup adalah angin kering dari Australia. Ini artinya Indonesia sudah memasuki musim kemarau," jelasnya.
Karena tidak banyak kelembaban, tidak ada yang memengaruhi labilitas udara. Jadi, udara di tempat tertentu cenderung stabil, tidak bergerak. "Udara yang tidak bergerak itu terus dipanasi oleh Matahari sehingga kita merasakan udara yang kering dan panas," kata Hariadi.
Hariadi menambahkan, suhu panas juga bisa dipengaruhi oleh pergerakan semu Matahari --bergerak dari 23,5 Lintang Utara, menuju ekuator, berlanjut ke 23,5 Lintang Selatan, dan kemudian berbalik. Saat ini, Matahari tengah bergerak menuju wilayah ekuator. Matahari akan sampai di ekuator antara 21 - 22 September 2013. Akibatnya, panas yang diterima wilayah Indonesia selama September intens.
Meski demikian, suhu yang meningkat ini tidak akan mencapai titik yang bisa disebut ekstrem. "Akan meningkat sampai 31 - 32 derajat Celsius. Di perkotaan bisa 34 - 35 derajat Celsius," katanya.
Kemarau yang benar-benar kering ini tak akan berlangsung lama. Mulai bulan Oktober nanti, potensi hujan akan meningkat lagi.
Kering sekejapHariadi menambahkan, mulai dari Mei hingga akhir Agustus, Indonesia mengalami kemarau basah, musim kemarau yang masih dihiasi hujan. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh anomali suhu muka laut di Samudra Hindia selatan Jawa yang mengakibatkan masih intensifnya pembentukan awan. Awan yang jenuh kemudian menjadi hujan.
Pada September ini, anomali suhu muka laut di selatan Jawa itu belum sepenuhnya hilang. Namun, pengaruh angin kering dari Australia lebih dominan. Ancaman kekeringan mungkin tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya.
Sebabnya, menurut Hariadi, kondisi cuaca kering dan panas tidak akan berlangsung lama. "Sekitar pertengahan Oktober nanti, Indonesia sudah memasuki masa transisi menuju musim hujan," tutur Hariadi.
Mulai November 2013, hujan mungkin sudah terjadi lagi di beberapa daerah. Cuaca Indonesia kembali basah. BMKG akan merilis keterangan prakiraan permulaan musim hujan dalam waktu dekat. Dalam keterangan tersebut, BMKG akan menguraikan prediksi permulaan musim hujan lebih rinci di setiap zona cuaca.