Hirohito, "Dewa" yang Luput dari Eksekusi

By , Rabu, 4 September 2013 | 12:01 WIB

Lahir di Tokyo pada 29 April 1901, Hirohito adalah putra sulung Kaisar Yoshihito. Nama kecilnya adalah Michinomiya dan resmi menjadi putra mahkota pada 1916.

Ia merupakan putra mahkota Jepang pertama yang melakukan perjalanan ke Eropa. Itu dilakukannya selama enam bulan pada tahun 1921. Tahun 1924, ia menikah dengan Putri Nagako. Dan, pada 25 Desember 1926, Hirohito resmi jadi kaisar setelah sang ayah wafat.

Masa kekaisarannya disebut Era Showa, di mana warga dunia menyaksikan perubahan drastis Jepang. Bukan hanya jadi negara modern, tapi juga negara yang berambisi besar menandingi negara-negara industri Barat dengan melakukan ekspansi wilayah.

Militerisme yang ikut berkembang akhirnya membawa tragedi kepada Jepang dan rakyatnya. (Baca: bom atom di Hiroshima). Hirohito dianggap pasif, membiarkan hal itu berjalan. Sementara ia sendiri terjauhkan dari rakyatnya yang pada akhir 1945 tetap menganggapnya sebagai dewa.

Tapi karena anggapan ini pula-lah ia selamat dari tuntutan hukum oleh para pemenang perang. Sebagian dari mereka semula menghendaki Kaisar Hirohito harus bertanggung jawab atas pecahnya perang serta kekejaman yang dilakukan Militer Jepang.

Namun, dengan pertimbangan bahwa menyeretnya akan menimbulkan reaksi hebat dari rakyat Jepang yang mendewakannya, maka luputlah Hirohito dari pertanggungjawaban hukum.

Pesannya kepada rakyat Jepang dan dunia pada 15 Agustus 1945 telah mengakhiri peperangan. Mulai 1 Januari 1946, dinyatakan bahwa Kaisar Jepang adalah manusia biasa bukan dewa sebagaimana dipercaya rakyatnya selama ini.

Satu-satunya persyaratan Jepang untuk takluk kepada Sekutu hanyalah agar Kaisar tetep menduduki takhtanya. Dan permintaan ini dituruti. Meski demikian, kehidupan Kaisar dan keluarganya tetap dihormati warga Jepang --yang tetap pula menjunjung Kaisar dengan tingginya. Hirohito akhirnya mangkat pada 7 Januari 1989 karena kanker. Ia digantikan putranya, Kaisar Akihito.