Foto Perjalanan Harrison Ford di Hutan Sumatra

By , Rabu, 11 September 2013 | 16:00 WIB
()

Setelah menempuh perjalanan panjang dari Jakarta menuju pedalaman hutan Kalimantan Tengah untuk pembuatan film Years of Living Dangerously, aktor gaek Hollywood, Harrison Ford, akhirnya mendarat di Pekanbaru, Riau, Jumat malam (6/9). Ia didampingi enam orang kru film dan seorang peneliti.

Sabtu pagi, Harrison dan seluruh tim termasuk berangkat ke perkebunan kelapa sawit milik Sinar Mas dengan menggunakan dua helikopter. Setelah menghabiskan waktu setengah hari lebih membuat film di estate tersebut, bintang film Indiana Jones itu bertolak ke Taman Nasional Hutan Tesso Nilo di Pelalawan.

Harrison Ford sebelum pengambilan gambar film terbarunya Years of Living Dangerously. (Zamzami/Mongabay Indonesia)

Sifat peduli lingkungan langsung nampak saat ia turun dari heli dan memungut sampah minuman kotak yang terdapat di lapangan.

Ford disambut hangat oleh Kepala Balai Tesso Nilo Kuppin Simbolon, dan Direktur Konservasi WWF Indonesia, Nazir Fuad. Sementara Kepala Unit Presiden bidang Pengawasan dan Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto, baru tiba di Tesso jam 10 malam lewat jalan darat.

Di Taman Nasional Tesso Nilo yang merupakan habitat gajah dan harimau sumatra, Ford memulai syuting malam hari dengan mendengar pemaparan dari tim Eyes on the Forest tentang kondisi hutan Tesso Nilo. Dari panduan titik koordinat rute perjalanan selama flyover, bintang berusia 71 tahun itu menyaksikan belasan ribu hektare kawasan hutan yang telah dirambah oleh masyarakat pendatang, bekas lahan yang terbakar selama bulan Juni - Agustus, juga jalan koridor perusahaan HTI.

Tingginya angka perambahan telah menyulut kebakaran di sebagian besar hutan Tesso Nilo selama periode itu. Tesso Nilo sendiri memiliki luas 83 ribu hektare pada tahun 2009 dengan kondisi hutan sekunder berubah fungsi dari hutan produksi terbatas yang telah dikuasai sejumlah perusahaan kayu.

Kawasan ini sangat tinggi keanekaragaman hayati, setidaknya terdapat 360 jenis flora dalam 165 marga dan 57 suku di setiap hektarenya. Selain harimau dan gajah sumatra, di sini juga merupakan rumah bagi berbagai jenis primata, 114 jenis burung, 50 jenis ikan, 33 jenis herpetofauna, dan 644 jenis kumbang.

Namun tingkat perambahan yang cukup tinggi telah menyebabkan hutan Tesso Nilo berkurang mencapai 52 ribu hektare lebih. Atau lebih dari 50 persen berubah fungsi menjadi perkebunan sawit.

Menurut laman situs WWF, luas sawit di dalam kompleks hutan Tesso Nilo dikuasai dan dikelola oleh individu dan kelompok yang teridentifikasi 524 orang mendominasi 72 persen atau 26.298 hektare dari total area perambahan yang telah dikonversi menjadi kebun sawit seluas 36.353 hektare.

Rata-rata kebun yang dimiliki oleh individual adalah 50 hektare, jauh lebih besar dari rata-rata kebun yang dimiliki oleh petani, yang mengindikasikan adanya modal yang besar.

Hasil investigasi WWF juga mengidentifikasikan 17 kelompok perambah yang memiliki kebun kelapa sawit di dalam kompleks hutan Tesso Nilo. Simak kontroversi Harrison Ford saat bertemu Menhut di Jakarta.