9/11, Bukan Lagi Soal Kecanggihan Militer

By , Rabu, 11 September 2013 | 17:38 WIB

Pada dasawarsa 1990-an, dalam Pameran Kedirgantaraan di Singapura dan Paris, petinggi militer Amerika Serikat pernah sesumbar menceritakan kemampuan B-2. Pesawat siluman ini dikatakan mampu menembus pertahanan Uni Soviet, rival AS saat Perang Dingin, dan membom berbagai sasaran penting di sana tanpa rintangan.

Akan tetapi, ibarat di atas langit masih ada langit, teknologi dan kecanggihan bukanlah segalanya. Paradigma yang menyatakan bahwa siapa memiliki persenjataan tercanggih akan mampu menaklukkan dunia, tampaknya masih perlu diuji setelah AS diguncang peristiwa 11 September 2001 --selanjutnya dikenal peristiwa 9/11.

Dalam peristiwa tersebut, terlihat betapa sekelompok orang dengan kemampuan militer dan persenjataan yang tak setara, punya peluang menggoyangkan kekuatan sang adidaya. Hari itu, empat penerbang sipil anggota kelompok teroris Al-Qaeda, berhasil membajak empat pesawat berbadan besar untuk kemudian menabrakkannya ke gedung World Trade Center di New York, AS.

Meski satu pesawat gagal menemukan sasaran, Al-Qaeda mengaku berhasil menaklukkan AS karena mampu meluluhlantakkan simbol perdagangan (WTC) dan simbol kekuatan militer (Pentagon) AS. Dalam peristiwa 11 September, kita bisa lihat bersama, bahwa berbagai senjata mematikan dan sistem pertahanan di AS dibuat tak berdaya.

(Simak: Wajah Tercengang George W.Bush Diabadikan)

Kala itu berbagai pihak mempertanyakan reabilitas keampuhan, serta kebijakan pertahanan yang dipunyai Negeri Paman Sam. Dengan demikian, peristiwa 9/11 tidak memperlihatkan soal hasil akhir adu kemampuan senjata kedua belah pihak. Peristiwa ini lebih memperlihatkan hasil adu strategi di bidang komando pertahanan dan operasi serangan.

Bagi para pejabat militer dan eksekutif AS, serangan ini termasuk baru karena tidak dilancarkan sebuah negara, melainkan oleh sebuah kelompok teroris. Akan tetapi, serangan ini tetap harus dianggap sebagai puncak gunung es dari ketidakberdayaan sistem pertahanan di dalam negerinya.

Sebab, dalam rentang dua tahun sebelum peristiwa itu, sesungguhnya telah muncul berbagai ancaman dan serangan sporadis di sejumlah negara bagian dari sekelompok orang. Dengan menggunakan material biologis dan kimia, yang sudah dikategorikan sebagai senjata biologi dan kimia.