Lagi, Gajah Sumatra Mati di Areal Perkebunan di Jambi

By , Senin, 16 September 2013 | 10:21 WIB

Tim Mitigasi Konflik Gajah Frankfurt Zoological Society (FZS) menemukan bangkai gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) di dalam kawasan konsesi milik PT. Arangan Hutan Lestari yang terletak di tepian sungai Sisip yang masuk kedalam wilayah desa Teluk Kayu Putih, Kecamatan Tuju Koto, Kabupaten Tebo, Jambi.

Berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh tim, gajah berjenis kelamin betina yang berumur sekitar lima tahun ini telah mati sejak seminggu yang lalu. Tim telah mengambil sampel dari bangkai gajah untuk dianalisis di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Bogor untuk mengetahui penyebab kematiannya.

Bangkai gajah ini ditemukan sekitar tujuh kilometer dari tempat ditemukannya bangkai gajah pada bulan Agustus lalu. Bangkai ini ditemukan oleh tim ketika melakukan penghalauan gajah bersama masyarakat ke daerah pinggiran sungai Sisip.

Hingga saat ini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi bekerja sama dengan pihak kepolisian setempat masih terus melakukan penyidikan untuk mengungkap pelaku kasus ini. “Kedua gajah yang mati ini merupakan kelompok gajah yang biasanya hidup di seberang sungai Sisip yaitu di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT. Tebo Multi Agro (TMA)” ujar Krismanko, koordinator polisi hutan BKSDA Jambi, seperti dilansir dari Mongabay Indonesia, Minggu (15/9).

Menurut Kris, sejak sepekan terakhir kelompok gajah ini berada di seberang sungai, di sekitar kebun karet dan kelapa sawit yang ditanam oleh masyarakat. Kawasan di seberang sungai Sisip ini adalah kawasan HTI milik PT. Arangan Hutan Lestari yang dikuasai oleh masyarakat. Aktivitas gajah di daerah perkebunan masyarakat ini terjadi setiap tahun.

Gajah biasanya menyeberang ke perkebunan masyarakat dan tinggal di sekitar kebun selama seminggu. “Berpindahnya gajah ke seberang sungai ini terjadi karena gajah yang hidup di kawasan TMA terganggu oleh aktivitas pembukaan lahan dan oleh karena itu gajah akan mencari lokasi yang lebih aman dan mungkin akan datang lagi ke perkebunan masyarakat,” jelas Kris.

Berdasarkan pengamatan FZS, hampir semua gajah yang hidup di lanskap Bukit Tigapuluh berada di luar kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Saat ini jumlah kawasan hutan di sekitar taman nasional yang menjadi habitat gajah telah berkurang drastis. Berkurangnya luasan hutan ini terjadi akibat alih fungsi hutan menjadi perkebunan, pertambangan, jalan, dan permukiman.

Alih fungsi hutan ini mengakibatkan habitat gajah semakin berkurang sehingga gajah terpaksa harus hidup dan mencari makan di kawasan perkebunan akasia milik perusahaan atau perkebunan masyarakat.

Pada tahun 2011, FZS pernah melakukan survei populasi berbasis DNA di kawasan lanskap TNBT. Hasil survei menunjukkan bahwa ada 150 ekor gajah yang hidup di sekitar lanskap TNBT. Sementara kelompok gajah yang berada di sekitar sungai Sisip berjumlah 25 ekor. Jumlah ini tentu saja akan terus berkurang jika kawasan hutan di daerah ini terus dikonversi.