Mengenang David Wyllie, Peselancar Dunia di Sumba

By , Senin, 16 September 2013 | 18:35 WIB
()

Berbincang soal lokasi selancar di Indonesia, khususnya di Kepulauan Sunda Kecil (Lesser Sunda Islands), tak dapat dilepaskan dari nama David James Wyllie. Ia adalah peselancar Australia yang telah bermukim sekitar 40 tahun di Indonesia dan menjadikan Pantai Kallala di Sumba Timur sebagai kediamannya. Di sini pula ia membuka sebuah resor, ditujukan bagi para peselancar yang ingin mencoba Baing—lokasi selancar dekat Pantai Kallala.

East Sumba Resort, demikian Mr David—begitu ia disapa oleh masyarakat setempat—memberi nama penginapannya. Berlokasi di tepi pantai dan dikelilingi pepohonan lontar, tempat ini terdiri dari beberapa bungalo: berbentuk rumah panggung serba kayu, satu rumah terdiri dari dua kamar, setiap kamar memiliki dua tempat tidur dilengkapi kelambu pencegah nyamuk. Dua ekor anjingnya, Fan (berbulu hitam pekat) dan Dompet (putih bak salju) gemar menemani tetamu di bungalo.

“Semua orang mengenal Anda sebagai Mr David, rasanya heran juga, bukan menyapa Anda dengan nama keluarga,” ujar saya saat kami berjabat tangan dan ia mengucapkan selamat datang di resornya.  “Bahkan di buku panduan perjalanan ternama juga ditulis  sebagai 'Mr David’.”

Ia tersenyum. “Warga sekitar sini tidak pernah bertanya: nama keluarga saya siapa dan panggilan nama depan rasanya lebih akrab, ya. Meski terkadang janggal karena didahului dengan kata ‘mister’,” ujarnya seraya berkisah betapa ia menikmati tinggal di Pantai Kallala. Terutama saat musim ombak tiba. “Sekarang, transportasi dan sarana jalan raya jauh lebih bagus. Saat saya datang dahulu (sekitar 1970-an), untuk mencapai pantai ini dari daerah Mau Hau, sekitar bandar udara, dekat Waingapu perlu waktu tidak kurang dari tiga hari!”

Bungalo East Sumba Resort milik Mr David yang terkenal luas di kalangan peselancar dunia (R. Ukirsari Manggalani/NGT)

Di East Sumba Resort, para tamu diperlakukan layaknya anggota keluarga. Kami duduk bersama di ruang makan terbuka dari bahan serba kayu, berpemandangan langsung menuju pantai. Konon, David juga ikut menyiapkan hidangan yang kami santap. Paling favorit bagi saya adalah salad avokad dengan dressing thousand islands serta ikan bakar berukuran super. “Jangan takut kehabisan ikan, nanti kita bakarkan lagi,” komentarnya kebapakan.

Di waktu senggang atau usai makan malam, perbincangan dengan tuan rumah selalu berlangsung seru. Papan selancar koleksinya menghuni sebuah pondok kecil dekat ruang tamu dan di meja ruang tamu terdapat beberapa album foto lama yang memuat potret dan kliping tentang kiprahnya sebagai peselancar dunia asal Australia. Banyak kisah dituturkan pria asal Benua Kanguru ini, seperti kedatangannya di Bali, lantas pencarian tempat berselancar yang menggugah semangatnya sampai ke Nusa Cendana dan persahabatannya dengan kerajaan Sumba.

“Selain ombak untuk berselancar, saya juga mengagumi Sumba, mulai manusia sampai kebudayaan mereka, terutama hasil karya berupa kain tenun,” ungkapnya sembari menunjuk tenunan berukuran tidak kurang dari dua meter yang dipajang di dinding serta disampirkan di teras. “Setiap kain memiliki makna khusus. Coba, apakah kamu dapat memahami mengapa gambar kuda satu ini berbeda arah kepalanya dibandingkan yang lainnya? Unik, bukan?”

Perhatian David terhadap tenun Sumba juga telah mengantarnya menjadi narasumber penulisan buku tentang ragam kain tradisional Nusa Cendana dan ia mengungkap pulau ini adalah salah satu destinasi pariwisata terlengkap di Indonesia. Mulai budaya sampai alam dapat dieksplorasi para pejalan dalam negeri sampai mancanegara. Kalau pun si pejalan tidak berminat terhadap dunia selancar, Sumba tetap penting untuk dikunjungi.

Sayangnya, pertemuan dan perbincangan yang bernas dengan David itu merupakan yang pertama sekaligus terakhir, karena ia telah berpulang pada November 2012.  Tulisan ini dimaksudkan sebagai ungkapan ikut berduka cita dan selamat jalan bagi peselancar legendaris David James Wyllie (1951 – 2012).