Orangutan Kalimantan Berjalan Lebih Sering dari Perkiraan

By , Selasa, 17 September 2013 | 18:00 WIB

Dalam sebuah studi terbaru di hutan Kalimantan Timur, ditemukan bahwa orangutan kalimantan berjalan di tanah lebih jauh dari yang pernah diperkirakan. Hasil studi yang diterbitkan dalam American Journal of Primatology menyimpulkannya setelah melakukan pengamatan dengan menggunakan 78 kamera tersembunyi di wilayah seluas 38 kilometer persegi di hutan Wehea.

Orangutan selama ini memang diketahui berjalan di permukaan tanah, bukannya bergelantungan di pohon, untuk mengumpulkan makanan bahkan menuju wilayah lain. Studi ini berfokus pada sub spesies orangutan timur laut Borneo, Pongo pygmaeus morio. Orangutan morio diketahui memiliki kualitas hutan terendah. Untuk mengatasi masalah sumber daya ini, orangutan morio harus berevolusi secara fisik dan perilaku.

Orangutan di timur laut Kalimantan memiliki rahang lebih kuat, ukuran otak yang lebih kecil, dan interval kelahiran yang lebih dekat dibanding dengan para sepupunya di pulau tersebut. Faktor lain yang membuat mereka lebih sering di atas tanah adalah sedikitnya predator di hutan Wehea. Bandingkan dengan orangutan sumatra yang kadang diburu oleh harimau sumatra.

(Simak: Jendela Kecil Mengintip Orangutan Morio)

Dalam studi ini, orangutan tertangkap kamera sebanyak 110 kali. Hampir sama dengan primata yang hidup di permukaan tanah, macam monyet ekor babi yang tertangkap kamera sebanyak 113 kali. Dengan melihat hasil rekaman ini, para peneliti bisa mengungkap jenis kelamin orangutan dan memperkirakan usianya.

Awalnya diperkirakan hanya orangutan jantan saja yang berjalan. Namun, beberapa kali terlihat pula orangutan betina yang menggendong bayinya berjalan di permukaan tanah. Berjalan, dibanding bergelantungan di pohon, lebih efisien secara energi. Penghematan energi adalah hal penting bagi orangutan yang tinggal di hutan dengan sumber daya terbatas.

Meski demikian, hal ini juga menimbulkan kendala karena dapat memicu konflik dengan manusia. Mengingat di wilayah ini ada habitat mereka yang sudah dihuni manusia dalam bentuk perkebunan sawit dan konsesi tambang.

"Jika kita mau melindungi orangutan, kita harus mengembangkan strategi untuk bisa melayani seluruh lanskap, termasuk area alokasi produksi dan proteksi," kata pemimpin studi ini, Brent Loken, seperti dilansir Kamis (12/9).