Dicampakkan Ibu, Anak Gajah Teteskan Air Mata

By , Rabu, 18 September 2013 | 17:15 WIB

Hewan pun menangis dan meneteskan air mata seperti manusia. Kondisi ini tergambar pada seekor anak gajah di Shendiaoshan Wild Animal Nature Reserve, Cina timur, pada pekan lalu. Menurut situs berita setempat, anak gajah menangis selama lima jam setelah diinjak dan dicampakkan oleh ibunya.

Sejak kejadian tersebut, gajah yang memiliki nama Zhuang-zhuang, diadopsi oleh penjaga setempat yang merawatnya dengan baik. Menurut pakar perilaku hewan, binatang menangis mungkin saja terjadi saat dia merasa tidak nyaman.

"Beberapa mamalia mungkin menangis karena kehilangan kenyamanan kontak," ujar pakar perilaku hewan Marc Bekoff, profesor ekologi dan biologi evolusi di University of Colorado, Amerika Serikat.

Bagi anak gajah dan bayi manusia, menangis mungkin disebabkan oleh tingkat stres yang tinggi ketimbang rasa sedih. Namun stres juga merupakan salah satu bentuk emosi. Lebih lanjut Bekoff mengungkapkan bahwa penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa ayam dan tikus menunjukkan rasa empatinya ketika melihat yang lain merasa kesakitan, ini menunjukkan fenomena yang lebih kompleks.

Untuk dapat menangis, hewan harus memiliki sifat sosial secara alamiah, memiliki anatomi mata yang mirip dengan manusia, dan memiliki struktur otak yang dapat memproses emosi. Anjing merupakan salah satu hewan yang paling sosial, namun para ilmuwan belum menemukan kondisi seekor anjing yang tertekan kemudian menangis.

"Tapi, anjing dan hewan lainnya pasti pernah menderita dan mungkin dapat merasakan penderitaan yang lainnya," kata Brian Hare, profesor antropologi evolusi di Duke University.

Kecemasan yang ekstrem mungkin dirasakan juga oleh anjing, tapi reaksi yang ditampilkan seperti merintih, menggonggong, dan melolong, ketika dipisahkan dengan yang dicintainya. "Jadi anjing mungkin tidak menangis dengan air mata, tapi mereka pasti bisa menangis dengan vokalisasi mengatakan mereka cemas, stres, atau kesepian." kata Hare.

Lebih dari setengah pemilik anjing menuturkan bahwa anjing mereka secara aktif mencoba menghibur saat mereka merasa sedih. Dari sini jelas tampak bahwa anjing tersebut memahami bahwa si pemilik sedang dalam kesulitan.

Cerita seperti ini yang menginspirasi para peneliti dan ke depannya mendorong ilmuwan untuk menghasilkan temuan yang lebih definitif mengenai emosi hewan."Belum lama lalu, orang berpikir bahwa kita adalah satu-satunya hewan yang bisa tertawa, tetapi sekarang kita mengetahui bahwa tikus, anjing, dan simpanse juga melakukannya. Tertawa, pada kenyataannya, mungkin emosi universal dalam semua mamalia. Jika demikian, mengapa tidak dengan kesedihan?".