Karst terbentuk oleh interaksi iklim dan batuan. "Parameter iklim yang terutama adalah temperatur dan tebal hujan atau presipitasi, karena akan memengaruhi kelembaban tanah," papar Eko Haryono, geomorfolog dari Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi UGM.
Disampaikan dalam sesi "Perspektif Iklim dalam Kajian Geomorfologi dan Hidrologi Karst" saat seminar Scientific Karst Exploration di Bogor, Rabu (18/9). Karstifikasi sendiri membutuhkan CO2 sehingga menjadi aspek yang sangat penting terhadap siklus karbon (penyerapan karbon) di alam.
Secara keseluruhan, kawasan karst di Jawa mampu menyerap karbon atmosfer sebesar 291.110,7 ton karbon per tahun atau setara dengan 1,16 juta ton CO2/tahun. Besaran ini belum termasuk serapan karbon melalui fotosintesis.
"Fungsi karst salah satunya regulator iklim, konteksnya dengan karbon. Karst menjadi berperan dalam hal mitigasi perubahan iklim melalui pengurangan CO2," tutur Eko yang juga aktif sebagai anggota Komisi Karst ini.
"Resevoir karbon terbesar di bumi tersimpan dalam bentuk batuan karbonat: batugamping (CaCO3) dan dolomit (MgCO3); di daratan batuan itu membentuk ekosistem karst," lanjutnya.
Eko menjelaskan, cave climate atau mikroklimat juga dapat dipakai memperhitungkan keseimbangan gua. Stalagmit di gua karst pun menyimpan informasi yang dapat digunakan untuk merekonstruksi lingkungan di masa lalu (paleoclimate and vegetation).
Karst berasal dari kata bahasa Slavia yaitu 'krs' artinya batu, memperlihatkan bentang alam alam pada batugamping yang khas, disebabkan oleh proses pelarutan secara alamiah.