Belilah Produk Organik Langsung dari Produsennya

By , Rabu, 25 September 2013 | 13:08 WIB

Gaya hidup organik identik dengan gaya hidup yang mahal sehingga Anda perlu merogoh kocek lebih dalam untuk mencicipinya. Lihat saja harga-harga produk organik di pusat perbelanjaan, pasti harganya lebih mahal dibandingkan dengan produk biasa.

Hal tersebut bahkan diakui oleh Ketua Komunitas Organik Indonesia (KOI) Christopher Emille Jayanata. Dia mengatakan, harga produk-produk organik yang dijual di pusat-pusat perbelanjaan memang harganya hampir dua kali lipat dari produk sejenisnya yang tidak organik.

Hanya saja, Emille memiliki cara jitu untuk mendapatkan produk organik dengan harga yang jauh lebih murah. "Langsung beli ke produsennya," ujarnya seraya tersenyum.

Membeli produk organik yang langsung dari produsennya, kata Emille, bisa menekan harga beli hingga 30-40 persen. Alasannya, tidak ada perantara dari pihak ketiga yang mengambil margin tinggi.

"Pusat perbelanjaan wajar saja kalau mengambil margin tinggi, karena risikonya juga tinggi. Dia membeli langsung dari produsen organik, bukan dititipkan oleh produsen. Jadi kalau tidak laku bisa rugi, makanya mereka menutupnya dengan margin yang tinggi," jelasnya saat ditemui Selasa (24/9/2013) di Jakarta.

Emille menyarankan, jika sulit menghubungi langsung produsen organiknya, maka konsumen bisa menghubungi komunitas-komunitas pencinta organik, seperti KOI. Ini untuk mempermudah transaksi antara produsen dengan konsumen.

"Kalau sudah kenal dengan produsennya langsung, tidak perlu lewat KOI lagi," ujar pemilik usaha ayam organik "Pronic" ini.

Gaya hidup organik, terang Emille, adalah gaya hidup yang berpedoman pada penggunaan bahan-bahan alami yang terbebas dari paparan kimia, baik pestisida, antibiotik, pupuk kimia, dan bahan-bahan kimia lain.

Bahan-bahan kimia tersebut seringkali ditambahkan pada pertanian umumnya untuk menghindari hama yang mengakibatkan buruknya kualitas dari produk. Sayangnya, bahan-bahan kimia yang digunakan sebagai "pelindung" tersebut tidak akan hilang hingga dikonsumsi oleh manusia.

Akibatnya, terjadilah penumpukkan bahan kimia yang mengendap sebagai residu di dalam tubuh. Residu di dalam tubuh akan memicu gangguan kesehatan, misalnya kanker atau melahirkan keturunan dengan autisme.