Kawasan Tanpa Rokok Guna Lindungi Perokok Pasif

By , Kamis, 26 September 2013 | 11:00 WIB

Nikotin, salah satu racun dalam rokok, menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Mengurangi kadar oksigen dalam jantung, meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, serta merusak dinding pembuluh darah jantung. Banyak sumber penelitian menunjukkan, berhenti merokok berkaitan dengan minimalisasi risiko serangan jantung.

Nikotin dalam asap rokok membuat jantung harus bekerja ekstra. Karbon dioksida di dalam asap rokok juga akan mengambil alih sebagian porsi oksigen dalam darah, dan mengakibatkan tekanan darah naik, karena jantung harus memompa lebih keras untuk mendapatkan suplai oksigen yang cukup ke seluruh tubuh.

Dua pertiga penduduk Indonesia terpapar asap rokok secara pasif. Sasaran penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang diatur dalam SK Kementerian Dalam Negeri, untuk tujuan melindungi terutama perokok yang pasif ini.

"Karena paparan asap rokok bagi si perokok dan bagi orang lain mengandung risiko sama," kata Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kemenkes RI, Ekowati Rahajeng, di Jakarta, Rabu (25/9).

Saat ini sementara sudah 28 provinsi di mana terdapat 103 kabupaten/kota di dalam cakupannya yang memiliki perda/pergub/perwali/surat edaran tentang kebijakan KTR. Ekowati mengatakan, daerah lain juga terus didorong untuk menerapkan kebijakan tersebut.

Ia mengutarakan, ada pula kendala daerah-daerah penghasil tembakau sulit menerima KTR. Sebab dikhawatirkan mengancam para petani tembakau. Padahal, menurut Ekowati, yang diharapkan yakni KTR mampu menciptakan lingkungan kondusif serta populasi yang sehat pada akhirnya. Implementasi KTR di lingkungan sekolah, tempat kerja, tempat ibadah, dan tempat-tempat umum seperti hotel, stasiun, terminal, bandara.

Dalam program pengendalian penyakit tidak menular pun, salah satu langkah preventifnya adalah menyosialiasikan gaya hidup sehat seperti tidak merokok, cukup aktivitas fisik, diet sehat.

Penyakit tidak menular yang utama seperti jantung, kanker, stroke, diabetes melitus, dan penyakit pernapasan kronis menempati porsi teratas sebagai penyebab kematian global di bawah usia 70 tahun. Di Indonesia, prevalensi kematian akibat PTM berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007 sebesar 59,5 persen.