Banyak sekali kebun binatang-kebun binatang tak memberikan contoh baik merawat harimaunya. Pun pengurungan harimau di berbagai tempat yang bukan habitat alami sebetulnya mendorong timbulnya permintaan "pasar" akan harimau.
Akibat tuntutan pasar semacam ini, gangguan mental juga bisa terjadi pada harimau. Gejala sindrom gangguan kejiwaan yaitu seperti yang ditunjukkan dari sebuah rekaman yang diambil di Kebun Binatang Singapura, seekor harimau dalam kurungannya, di-display pada pengunjung, tampak bergerak mondar-mandir tanpa henti selama hampir sepuluh menit.
Harimau tersebut berjalan dari satu sisi ke sisi lainnya bagai mesin, tak wajar. Penyebab gangguan mental karena pembiakan yang berlangsung tidak alami. Fakta ini disampaikan Chris Slappendel, si "duta advokat" harimau, dalam presentasi di Erasmus Huis, Jakarta (25/9).
Slappendel saat ini tengah berupaya membangkitkan kesadaran publik akan konservasi harimau dalam proyek "TigerTrail", ke 31 negara tempat spesies-spesies harimau hidup atau pernah hidup. (Berita dapat dibaca di sini). Selama 14 - 30 September, pencariannya telah membawa Chris ke Indonesia. Ia membeberkan tiga keprihatinan utama.
Pertama, mengenai peternakan harimau (tigerfarms). Ia mencontohkan sebuah peternakan di Harbin, Provinsi Heilongjiang, Cina, yang sekarang sudah mencapai 1.200 ekor. Harimau dibiakkan untuk dijadikan bahan obat, tigerbone wine, atau taman hiburan yang dibuka untuk umum.
Besarnya penangkapan harimau untuk komoditas atau sebagai peliharaan menurunkan populasi harimau liar. "Kira-kira terdapat 6.000 ekor lebih harimau dalam peternakan di Cina. Peternakan harimau di Vietnam juga cukup berkembang," sambungnya.
Chris pun mengecam aktivitas tiger tourism seperti yang berkembang di Thailand. "Ingat, harimau bukanlah hewan jinak untuk peliharaan. Harimau merupakan predator dan berbahaya. Selain itu, orang memperlakukan harimau seperti hiburan, seekor kucing yang lucu dan menyenangkan diajak bermain," ujar Chris.
"Padahal, mereka akan dapat menyerang kapan saja. Tiap tahun, ada baik karyawan maupun pengunjung yang diserang harimau di penangkaran."
Berikutnya adalah masalah kejiwaan yang bisa diidap individu harimau akibat pembiakan yang berlangsung tidak alami. Masalah besar lain adalah pelanggaran batas lahan dan perusakan ekosistem yang di antaranya ditemukan Chris di Kerinci-Seblat, Sumatra.
"Inilah masalah-masalah yang perlu tindakan mendesak. Bukan berarti tidak ada harapan, tapi ini serius, kita perlu menyadari bahwa pertarungan ini tak imbang. Antara kejahatan terorganisisasi manusia dan alam.
"Saya bukan ahli; saya tidak tahu segalanya tentang harimau. Saya hanya menyatakan dari apa yang saya lihat," kata Chris. Harimau yang dipelihara di kurungan, kini jumlahnya berkembang pesat mencapai 30.000 - 35.000 individu, sementara data tahun 1900-an memperkirakan hanya ada 2.500 individu.
Sebaliknya harimau yang hidup secara liar di alam, yang pada awalnya diperkirakan lebih dari 100 ribu individu, kini hanya tersisa 2.500 - 3.000 individu.