Statistik menyebut, setiap dua menit ada satu orang yang mengalami henti jantung mendadak.
Kematian jantung mendadak merupakan kejadian yang tak terduga atau proses kematian cepat. Serangan jantung secara mendadak mungkin terjadi pada orang yang didiagnosis pengidap jantung koroner ataupun tidak. Angka insiden henti jantung mendadak pada orang usia 35 tahun ke atas yaitu sekitar 1:1000 orang per tahun.
Jadi, pertolongan pertama terhadap henti jantung mendadak seharusnya diketahui dan dipahami. Demikian dikatakan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RS Jantung Harapan Kita, Daniel PL Tobing, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Saat sudah tidak sadarkan diri, bantuan hidup dasar yang dapat dilakukan untuk pasien henti jantung mendadak adalah CPR (cardiopulminary resuscitation).
CPR akan bisa membantu sirkulasi, membuka jalan pernapasan yang menyempit atau tertutup. "Pertama yakinkan penderita tak sadar dengan meraba nadi. Untuk pertolongan gawat darurat bagi pasien serangan jantung yang masih sadar bisa dengan diminta stop beraktivitas dan berikan obat pengencer darah, misal aspirin," tambah Daniel.
Tahap-tahap teknik CPR adalah pelaksanaan kompresi dada, kemudian airway (dibaringkan di atas tempat yang datar demi buka jalan napas), dan kemudian pernapasan buatan melalui mulut maupun kantung pernapasan. Berikutnya, pasien pun harus segera dirujuk ke RS terdekat. Daniel menjelaskan, cepatnya tindakan penanganan darurat amat menentukan nyawa pasien.
"Semakin cepat dirujuk ke tenaga medis (rumah sakit), semakin tinggi harapan untuk bertahan hidup," katanya.
Secara ideal waktu yang dibutuhkan untuk menolong pasien serangan jantung itu dalam rentang tiga jam. "Atau, jangan lebih dari 12 jam. Karena setelah 12 jam itu otot sudah rusak. Kateterisasi pun tidak dapat dilakukan setelah lebih dari 12 jam," paparnya lagi.