Teknologi Bantu AS Cegah Uang Palsu

By , Rabu, 9 Oktober 2013 | 18:02 WIB

Pemerintah Federal Amerika Serikat berusaha keras mengatasi maraknya pemalsuan uang di negara tersebut. Salah satunya dengan menggunakan teknologi keamanan terbaru, termasuk teknologi 3D. Contohnya ada pada uang kertas pecahan US$100 yang baru saja dikeluarkan Bank Federal AS.

Beberapa fitur keamanan itu meliputi pita keamanan 3D, gambar lonceng, dan tinta yang menjamin uang sulit untuk diduplikasikan. Tak sekadar mengandalkan teknologi terbaru, fitur-fitur keamanan lama juga masih digunakan. Misalnya, watermark potret, juga benang pengaman yang berwarna merah jika diletakkan di bawah sinar ultraviolet.

Sejatinya, teknologi ini akan diluncurkan pada 2010 lalu. Oleh karena beberapa sebab-sebab tak terduga –terutama saat proses produksi— pengerjaannya terpaksa tertunda hampir tiga tahun. Pita 3D dianyam berbentuk catatan. Tak hanya itu, gambar lonceng juga bisa bergerak ke atas atau ke samping, tergantung bagaimana uang ini digoyang dan dimiringkan.

Bagi beberapa pihak, ini bukan sekadar langkah maju, tapi sebuah loncatan. Chadwick Wasilenkoff, Kepala Eksekutif Keamanan Perusahaan Kertas Fortress Paper, menegaskan, “Ini bukan langkah tambahan yang skalanya kecil untuk keamanan sebuah mata uang. Tapi sekali lagi, ini adalah lompatan raksasa.”

Uang palsuPenelitian perihal pemalsuan uang dalam satu dekade terakhir di AS tengah memasuki babak baru. Salah satu "oknum" yang terduga kuat adalah kemajuan teknologi. Kerja sama Federal AS dengan UD Secret Services dan Departemen Keuangan menemukan, kemajuan teknologi perangkat lunak dan percetakan telah membuat para pembajak begitu mudah mencetak uang palsu.

Berdasar data dari Pemerintah AS, pecahan US$100 adalah yang paling sering dipalsukan daripada jenis pecahan yang lain. Jika dipersentasikan, peredarannya mencapai angka 0,01 persen dari US$1,1 triliun yang diedarkan secara resmi. Baik itu yang tersebar di AS sendiri atau yang berpindah ke luar AS.

Meskipun masih jauh panggang dari api, teknologi ini bisa diadopsi oleh negara-negara berkembang yang masih marak kasus pemalsuan uang. Termasuk Indonesia. Jadi, tidak ada yang tidak mungkin.