Menelusuri Praktik Kanibalisme di Papua Nugini

By , Kamis, 17 Oktober 2013 | 10:05 WIB
()

Papua Nugini sebuah negara yang berada pada sebuah pulau di sebelah utara Australia, "menempel" dengan Indonesia, tersohor dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan kaya akan sumber daya alam seperti emas, tembaga, minyak dan produk pertanian.

Namun, di wilayah pegunungan pedalaman dan hutan hujan tropis negara persemakmuran Inggris ini, masih terjadi beberapa praktik gelap seperti kanibalisme dan sihir. Seperti dilaporkan Papua New Guinea Post-Courier, pada Rabu (9/10), ayah dari seorang gadis berusia tiga tahun diduga membawa putrinya ke dalam hutan kemudian menggigit leher, memakan daging, dan menghisap darah dari buah hatinya tersebut.

Dua orang anak laki-laki dilaporkan menyaksikan secara langsung peristiwa beringas tersebut dan melaporkannya kepada pejabat setempat. Dengan sigap, petugas segera menangkap pria begis tersebut.

"Dia hanya tertawa saat melihat bocah laki-laki menyaksikan aksinya, kemudian melanjutkan memakan daging dan menghisap darah," ujar salah satu anggota dewan lokal, John Kenny.

Berdasarkan beberapa laporan sebenarnya insiden mengerikan ini bukanlah peristiwa yang terisolasi di Papua Nugini. Negara yang relatif wilayahnya belum terjamah ini merupakan rumah bagi jutaan orang yang tinggal di desa-desa terpencil yang masih memelihara ritual tradisional. Menurut beberapa laporan, praktik kanibalisme termasuk dalam salah satu ritual tradisional tersebut.

Tahun lalu, para pejabat Papua Nugini telah menangkap 29 orang karena terbukti membunuh dan menganibalisasi otak dan alat kelamin dari tujuh orang yang dituduh melakukan sihir. Kemudian pada Februari, anak laki-laki berusia enam tahun meninggal dunia karena praktik sihir yang dilakukan ibunya yang berusia 20 tahun. 

The Associated Press melaporkan bahwa wanita tersebut ditelanjangi, diikat, disiksa dengan besi panas, kemudian disiram dengan bensin dan dibakar sampai mati di atas tumpukan sampah di siang hari bolong di depan ratusan penonton. Pejabat setempat mengutuk pembunuhan brutal tersebut, namun tidak melakukan penangkapan terhadap pelaku pembunuhan keji tersebut.Pemimpin kultus yang disembelihPada bulan Maret, Steven Tari atau dijuluki "Black Jesus" yaitu seorang terdakwa pemerkosa yang juga pemimpin kultus kelompok yang berdedikasi terhadap pemerkosaan, korban pembunuhan, dan kanibalisme, berhasil melarikan diri dari penjara dan kembali ke kultusnya yang beranggotakan 6.000 anggota.

Pemandangan dari udara lanskap Papua Nugini. (thinkstockphoto)

Namun bulan lalu, Tari menemui ajalnya setelah dilaporkan membunuh seorang gadis remaja. Atas perbuatannya tersebut ia dikebiri dibantai dan dibuang ke dalam sumur dangkal oleh sekelompok warga.

"Tari sudah mati, dan kultus tersebut mati juga bersamanya," kata penyidik polisi, Ray Ban.

Pemerintah Papua Nugini sendiri telah mengutuk praktik pembunuhan sadis yang terjadi. "Ini adalah perbuatan tercela bagi perempuan, orang tua, dan mereka lemah dalam masyarakat kita yang harus menjadi sasaran dugaan praktik ilmu sihir atau kesalahan yang benar-benar tidak ada hubungannya dengan mereka, " kata Perdana Menteri PNG Peter O'Neill.

Dalam menanggapi tindakan main hakim sendiri kekerasan dan kejahatan lainnya, Pemerintah Papua Nugini telah mencabut UU Sihir tahun 1971, di mana akan mengkriminalisasi sihir jahat atau dikenal secara lokal sebagai Sanguma. Negara ini juga menetapkan kembali hukuman mati bagi siapapun yang terbukti bersalah membunuh seorang yang dicurigai sebagai penyihir. Amnesty International PBB dan kelompok lainnya juga mengutuk aksi ini..

"Ini adalah hukuman yang sangat berat, namun ini mencerminkan bahwa mereka benar-benar serius menangani kejahatan dan permintaan masyarakat kepada Parlemen untuk bertindak," kata Daniel Korimbao, juru bicara O'Neill, dalam sebuah pernyataan.