Hasil Riset Gunung Padang, Mana Makalah Ilmiahnya?

By , Jumat, 18 Oktober 2013 | 09:04 WIB

Tim Riset Mandiri Terpadu Gunung Padang telah merampungkan riset arkeologi dan geologi guna mengungkap misteri gunung purba di Jawa Barat itu.Diduga sebelumnya, Gunung Padang menyimpan bangunan peninggalan peradaban masa lampau di perutnya. Bangunan itu berukuran lebih besar dan berumur lebih tua dari Piramida Giza di Mesir.Lewat riset terbaru, tim mengungkap bahwa memang ada bangunan dari masa lampau di perut Gunung Padang. Bahkan, bangunan itu dibangun oleh empat peradaban berbeda.Hasil penelitian tersebut terdengar mencengangkan. Publikasi tentang hasil penelitian itu ramai di media massa dan diperbincangkan banyak orang di media sosial. Namun, mengapa tidak ada publikasi di jurnal ilmiah seperti hasil riset umumnya? Arkeolog senior Junus Satrio mempertanyakan, "Kita lihat banyak di media massa. Tapi, mana paper ilmiahnya? Saya tidak lihat."Menurut Junus, adalah suatu kewajiban bagi peneliti untuk memublikasikan hasil risetnya di jurnal atau konferensi ilmiah. Ia mengatakan, setiap peneliti harus bersikap terbuka dan bersedia dikritisi.Publikasi dalam konferensi dan jurnal ilmiah akan menguji analisis anggota tim peneliti Gunung Padang."Syaratnya, kalau konferensi, harus melibatkan orang-orang yang memang pakar di bidangnya. Karena sekarang banyak para peneliti yang sebenarnya kurang dalam akademiknya," ungkap Junus.Publikasi di jurnal ilmiah juga mesti diperhatikan dengan semakin banyaknya majalah atau jurnal yang kurang berkualitas."Temuan piramida misalnya, banyak dipublikasikan di majalah-majalah yang sebenarnya secara ilmiah kurang. Akhirnya juga memang tidak terbukti," kata Junus saat dihubungi, Kamis (17/10/2013).Junus mengungkapkan, pada dasarnya metode yang dilakukan oleh tim riset Gunung Padang sudah benar. Namun, analisisnya yang harus diuji."Sekarang, kita coba saja hasil analisis tim dibuka di depan pakar-pakar di ASEAN. Diterima atau tidak analisis itu? Banyak arkeolog dan geolog di ASEAN yang sudah kelas dunia. Kalau ASEAN saja tidak diterima, bagaimana di tingkat dunia?" kata Junus.Ali Akbar, arkeolog Universitas Indonesia yang termasuk tim riset Gunung Padang, saat dihubungi Rabu (16/10/2013), mengatakan, publikasi di jurnal internasional penting, tetapi memakan waktu lama. "Bisa sampai dua tahun," katanya.