Saiful Syadir: Arungi Laut demi Pengabdian Masyarakat

By , Jumat, 18 Oktober 2013 | 13:20 WIB

Pulau Tanakeke di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan menjadi tempat Saiful Syadir, salah seorang perwakilan Duta Muda Lingkungan Bayer (BYEE) dari Makassar, Sulawesi Selatan, menerjunkan dirinya untuk kerja pelestarian lingkungan berbasis masyarakat. Ia merupakan satu dari antara dua peserta terbaik.

Saiful harus mengarungi lautan menuju pulau di ujung Sulawesi itu. Demi mengedukasi dan memberdayakan masyarakat yang terus-menerus membabat hutan bakau.

"Permasalahannya tidak ada alternatif penghasilan bagi masyarakat pulau itu. Mangrove mereka jadikan arang dan dijual, tiap satu kilo dihargai Rp12.000," ujar mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Hasanuddin ini.

Saiful yang asal Desa Barrammase, Takalar ini mengatakan, ia memadatkan jadwal serta kesibukan kuliahnya dalam tiga hari, maka tiga sampai empat hari dalam seminggu bisa disisihkan untuk berada di Tanakeke.

Pulau tersebut perlu ditempuh dengan naik kapal dari dermaga di Takalar, kabupaten yang berwaktu tempuh 2-3 jam dari Makassar. Tidak ada perahu khusus untuk membawanya ke pulau, Saiful harus menumpang kapal nelayan. Lama perjalanan laut juga lebih kurang 3 jam.

"Sempat terbalik juga beberapa kali dalam perjalanan," ia bertutur. Bahkan sebelum penjurian akhir Saiful sempat mengalami kecelakaan karena kapal yang membawanya dari Tanakeke ke Takalar terbalik. Akibat itu, Saiful harus merelakan kamera dan beberapa peralatan elektronik lainnya yang mendokumentasikan proyek terakhirnya.

Saiful Syadir (Dok. BYEE 2013)

Sejak kelas 2 SMA, ia bersama teman-temannya sudah terlibat dalam program kerja pemberdayaan masyarakat di Pulau Tanakeke. "Menggelar bakti sosial jadi agenda kita tiap tahun. Jadi saya memilih Pulau Tanakeke karena sudah ada ikatan dengan penduduk pulau," imbuhnya.

"Saya baru aktif menanam mangrove ketika proyek BYEE, awalnya saya berada di Pulau Tanakeke menjadi relawan guru, bagi murid-murid desa," kata Saiful lagi.

Pemuda kelahiran Oktober 1993 ini mengungkap, harapannya adalah, "Ke depan saya ingin bukan saya saja yang membangun, melainkan semua orang yang bisa berpartisipasi."

Kabar baiknya, upaya rehabilitasi hutan bakau kini memang dilakukan bersama para siswa dan masyarakat Tanakeke yang tergabung di Komunitas Pecinta Mangrove, berjumlah sekitar 480 orang. Juga telah memasukkan rehabilitasi dalam mata pelajaran muatan lokal.

"Pada 1998, tercatat ada sekitar 12.000 hektare mangrove. Pada 2003 ekosistem lahan mangrove mengalami kerusakan dan tersisa 550 hektare. Namun pada 2012 lalu, yang terbaru, sudah naik, menjadi 568 hektare," ungkapnya.

Misi terus dilanjutkan. Untuk jangka panjang, secara bertahap ia akan berupaya menjadikannya sebagai ekowisata yang menguntungkan masyarakat. Dalam beberapa tahun mendatang, ditargetkan terwujud hutan mangrove yang dikelilingi dengan irigasi.