Tak semua pengungsi merasa nyaman di Cisarua. Itulah yang kini dirasakan keluarga dari Iran yang baru dua bulan bermukim di Cisarua. Pagi itu kedua lipatan lengan Amir Nikfar, remaja berusia 16, terdapat plester penutup luka bekas tusukan jarum. Badannya masih meriang karena beberapa hari menderita diare. Ketidakcocokan makanan mungkin penyebabnya.
Nikfar bersama bibi, sepupu, dan dua orang pamannya datang Indonesia dengan dokumen resmi melalui jalur penerbangan. Sesampainya di Jakarta mereka bertujuan ke Cisarua, tampaknya sudah direncanakan untuk bertemu dengan seorang agen penyelundup.
“Kita berada di sini karena Abu Habib, dia adalah seorang agen yang menghimpun uang untuk kapal yang membawa kami ke Australia,” kata Nikfar. Menurutnya, Abu Habib yang bernama asli Abdul Khader Baashir adalah pria asal Kuwait yang terlibat jaringan penyelundupan manusia di Cisarua. Selama lima tahun ini dia membawa kabur orang-orang Timur Tengah ke Pulau Christmas, Australia.
Kabar tentang Abu Habib didapat dari seorang teman Nikfar yang sudah tinggal di Australia. Teman tersebut bukan mantan pengungsi UNHCR, melainkan pendatang ilegal yang sukses berangkat dengan kapal dari Sukabumi, kota kecil di pantai selatan Jawa Barat.
Hari yang sial, rombongan mobil Abu Habib berikut dengan keluarga Nikfar tertangkap polisi ketika di Sukabumi. Mereka batal ke Australia, meski terlanjur menyetor uang sejumlah USD25.000 kepada Abu Habib yang kini mendekam di salah satu penjara di Bandung atas tuduhan penyelundupan manusia. ”Jika polisi tidak menemukan kami, mungkin kami sekarang sudah di Pulau Christmas menunggu enam bulan untuk diberangkatkan ke Australia,” kata Nikfar menyesal.
Nikfar resah tak tahu sampai kapan keluarganya di sini. “Jika UNHCR memproses dengan cepat, tak seorang pun akan berlama-lama tinggal di sini,” ujar Nikfar bersungut. Dia tampaknya tahu segala permasalahan kepengungsian di Cisarua, “Mengapa mereka melarikan diri dengan kapal, ya karena mereka khawatir tinggal berlama-lama di sini dua atau lima tahun.”
”Memang negara ini seperti nirwana, percayalah, alamnya indah. Jika saya di sini untuk liburan, itu bukan masalah,” ujar Nikfar sambil menghentak, ”Tapi, kami sedang dalam masalah besar.”
____________________
Demi keselamatan para pencari suaka dan menghormati hak-hak mereka, National Geographic telah menyamarkan nama-nama pengungsi dalam tulisan ini.
Cuplikan kisah “Mencari Harapan ke Tanah Seberang” dalam NATIONAL GEOGRAPHIC INDONESIA Edisi November 2011.