Sang koki terlihat sibuk dengan alat serupa sekop besar, memasukkan adonan pizza ke dalam tungku besar dari bata. Sementara pengunjung berdesakan dalam kedai yang berdesain mirip rumah pandai besi. Belakangan, dari majalah dan brosur saya temukan bahwa tempat ini, Blacksmith Brick Oven Pizza, berada dalam daftar teratas resto pizza terbaik di Seoul. Pemiliknya? Memang seorang pandai besi profesional!
Ini sebuah "temuan" menarik saat saya bertandang ke Seoul, ibu kota Korea Selatan. Padahal tidak pernah terbersit di kepala bahwa suatu hari nanti saya akan bepergian ke sana. Awalnya, seorang kerabat yang bermukim di negeri ginseng mengundang untuk berlibur. Sontak semangat eksplorasi mencuat dan beberapa hari sesudah percakapan di telepon itu, peramban internet saya penuh dengan berbagai situs mengenai Seoul dan sekitarnya.
Sembari membuat catatan di sana sini tentang point of interest, saya tertawa dalam hati: hahaha, ini akan menjadi liburan spontan yang mengasyikkan! Termasuk "bumbu" mengurus paspor yang telah habis masa berlakunya, diteruskan pengurusan visa di Kedutaan Korea.
Sedikit catatan pengurusan visa Korea Selatan, pemohon hendaknya datang pada pagi hari. Pasalnya, peminat tujuan negara ini terbilang banyak, mulai wisatawan sampai tenaga kerja Indonesia. Kedatangan saya pun diwarnai lalu-lalang para pengurus dari biro perjalanan yang per orangnya dapat membawa paspor sampai 100 buku.
Penerbangan dari Jakarta menuju Seoul berlangsung sekitar delapan jam, dan saat itu tengah berlangsung musim panas. Saya berpikir tentang kemungkinan cuaca terik di sana, agaknya tidak ada kendala. Bahkan rasanya tepat buat saya yang sudah terbiasa dengan teriknya Jakarta. Namun, mendarat di Bandar Udara Internasional Incheon, temperatur berkisar 17 derajat Celsius. Bagi saya, inilah musim panas yang dingin! Meski begitu, saya tidak menghiraukan dan lebih menaruh perhatian pada kemegahan dan kebersihan bandara serta kelengkapan papan informasi dwi bahasa; Korea dan Inggris.
Semboyan Seoul yang berbunyi "Smile with English" terasa sangat menjanjikan. Perjalanan ke pusat kota melintasi jalan bebas hambatan dan Incheon, kota berpenduduk terbesar ketiga setelah Seoul dan Busan. Incheon tumbuh pesat setelah pada tahun 2003 diberi status menjadi kota zona ekonomi bebas pertama di Korea.
Ikuti kisah selanjutnya di tautan ini.
(Tulisan ini dimuat dalam majalah National Geographic Traveler Indonesia edisi September 2011)