Keelokan kota lama Louang Phabang (atau kerap dilafalkan Luang Prabang) sangatlah menawan hati. Kota yang ditahbiskan sebagai Kota Warisan Dunia oleh UNESCO pada tahun 1995 ini memiliki begitu banyak bangunan bersejarah, dalam koridor tradisional maupun kolonial untuk dinikmati. Apabila melihatnya melalui bingkai geowisata yang dikembangkan oleh National Geographic Traveler, saya memberi nilai tempat ini: balance atau seimbang.
Kedatangan pejalan ke sini tidak memberi dampak yang buruk. Tetapi, sekali waktu, tercetus dalam hati saya untuk bertandang ke makam Henri Mouhot, lelaki Prancis penemu kota ini, namun lebih dikenal sebagai penemu Angkor Wat di Kamboja.
Phet Samroth, seorang pemandu dari sekian banyak operator lokal yang memberikan layanan jasa kegiatan trekking memilihkan paket khusus alias tailored made untuk saya ditambah dua rekan asal Amerika Serikat dan satu dari Singapura. Rute meliputi kunjungan ke makam Henri Mouhot dekat Ban Phanom serta berkunjung ke Xouang Dala, sebuah trek melintasi pedusunan dan ladang menuju ke permukiman Lao Theung dan Lao Soung, orang-orang Laos di dataran menengah dan tinggi. Sebagai catatan, seluruh trek akan memintas Sungai Nam Khan, anak dari Mekong.
Cara Phet mengemas perjalanan kami sejalan dengan semangat geowisata. Meski bekal sepanjang perjalanan sudah disiapkan oleh biro perjalanan tempatnya bekerja, bersantap dilakukan di rumah warga sehingga kami dapat menjalin komunikasi serta berbagi makanan. Demikian pula saat di sebuah desa digelar resepsi pernikahan, kami berhenti sejenak dan ikut bertamu.
Bertukar obrolan dengan para pengiring pengantin, bahkan ikut berjoget dan menikmati minuman fermentasi khas Xouang Dala. Umumnya, setiap desa memiliki kebisaan tersendiri dalam menyiapkan minuman berjuluk lao lao ini. Sudah pasti, keriaan perayaan mendapat tempat khusus di hati saya dan kawan-kawan.
"Membawa tamu sampai ke titik akhir trekking memang menjadi tugas wajib saya, tetapi bila di tengah perjalanan ada kejutan-kejutan kecil seperti tadi, saya selalu menyisihkan waktu agar tamu dapat menikmati," tutur Phet. "Saya dan pihak kantor ingin para tamu merasakan keunikan keseharian masyarakat Lao." Aha!
Menurut, Phet, pekerjaan "mencari keunikan" ini gampang-gampang susah. Ia mesti menggali informasi serta melakukan pendekatan dengan warga lokal, agar merasa nyaman sekaligus tidak terusik bila dusun atau kediaman mereka didatangi para pejalan. "Sejauh ini, warga dusun-dusun di Xouang Dala menunjukkan kesan positif dan senang diajak bekerja sama."
Bukti ucapannya didapat ketika kami tiba di dusun terakhir pada puncak perbukitan sebelum kami kembali ke Louang Phabang dengan melintasi Sungai Nam Khan tiga jam berikutnya. Phet bercakap-cakap dengan kepala dusun etnis Hmong, lalu menyilakan saya berpotret dengannya. Sungguh, sebuah perkenalan yang menyenangkan.
*Artikel ini pernah diterbitkan dalam National Geographic Traveler edisi Januari 2012.