Dalam Sebulan, Intelijen AS "Sadap 60 Juta Telepon di Spanyol"

By , Senin, 28 Oktober 2013 | 14:28 WIB

Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) melakukan pengawasan terhadap 60 juta panggilan telepon di Spanyol dalam satu bulan, demikian tulis media setempat. Laporan di media itu mengatakan, dugaan ini terkuak dari dokumen yang dibocorkan oleh pembocor rahasia intelijen AS, Edward Snowden.

(Baca juga: NSA dituduh menghabiskan dana $250 juta (Rp2,5 triliun) setiap tahun untuk program rahasia yang dinamakan Bullrun.)

Mereka mengatakan NSA mengumpulkan nomor telepon serta lokasi penelepon dan penerima telepon, tetapi tidak mencatat isi pembicaraan telepon. Gedung Putih sejauh ini menolak untuk berkomentar tentang klaim yang dipublikasikan oleh surat kabar El Paisand El Mundo ini.

Dalam artikelnya mereka mengatakan NSA mencatat jutaan panggilan telepon, sms, dan surat elektronik dari warga Spanyol antara 10 Desember 2012 hingga 8 Januari tahun ini. Duta besar AS di Madrid telah dipanggil untuk bertemu dengan kementerian luar negeri Spanyol untuk mendiskusikan tuduhan terbaru tentang penyadapan AS kepada warga dan politisi Spanyol.

Skala besar

Laporan ini muncul setelah media Jerman memberitakan bahwa AS menyadap ponsel Kanselir Angela Merkel selama lebih dari satu dekade--dan pengawasan itu baru berhenti sejak beberapa bulan lalu. Surat kabar Inggris Guardian melaporkan pada Jumat (25/10) bahwa NSA telah melakukan pengawasan kepada 35 pemimpin negara. Lagi, Snowden adalah sumber laporan tersebut.

Delegasi parlemen Eropa Claude Moraes, mengatakan kepada BBC bahwa skala pengawasan yang dilakukan oleh NSA mengkhawatirkan. "Berita yang mengatakan bahwa 35 pimpinan disadap teleponnya bukanlah isu yang terpenting," katanya. "Yang paling inti adalah berita El Mundo, bahwa jutaan warga di sejumlah negara disadap telepon rumah dan ponselnya. Jadi ini adalah tentang pengawasan massal. Ini tentang skala dan proporsionalitas."

Dia mengatakan prioritas bagi Eropa adalah untuk mendiskusikan dampak dari penyadapan AS atas warga Uni Eropa terhadap hak dasar warga untuk mendapatkan privasi.

Para pimpinan Uni Eropa mengatakan ketidakpercayaan AS yang ditunjukan melalui aksi ini akan dapat membahayakan upaya melawan terorisme.