Mengenang Sejarah di Stasiun Jatinegara

By , Sabtu, 9 November 2013 | 09:19 WIB

Stasiun Jatinegara pernah menjadi stasiun paling ramai di Jakarta Timur. Dari sini, penumpang memulai tujuannya ke berbagai tempat. Baik masih di wilayah Jabodetabek ataupun kota lain di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah atau Jawa Timur. Stasiun ini menjadi tempat bertemunya tiga jalur kereta, yaitu kereta dari jalur Pasar Senen, kereta dari jalur Manggarai dan jalur Bekasi.

Pada masa pemerintahan Belanda, stasiun bernama Staats Spoorwegen (SS). Hingga saat ini, stasiun telah beberapa kali mengalami pergantian nama. Pernah bernama Meester Cornelis, sampai kemudian nama menjadi Stasiun Jatinegara yang dipakai hingga saat ini.

Menurut Aditia Harmawan, dari pengelolan Stasiun Jatinegara, bangunan Stasiun Jatinegara bisa juga disebut sebagai bangunan bersejarah. Peron yang dibangun sejak 1910, mengalami renovasi namun tak menghilangkan bentuk bangunan asli.

Berbeda dengan beberapa tahun silam, kata Aditia, Jatinegara kini tidak lagi bisa menaikan penumpang ke arah luar Jabodetabek. "Kereta-kereta ke Jawa tidak bisa naik dari sini. Tapi kalau turun bisa di sini," katanya.

Makanya stasiun kini terlihat lebih sepi. Tidak seperti beberapa tahun lalu, banyak terlihat lalu lalang penumpang dengan membawa kardus dan tas-tas besar hendak pulang kampung.

Tetapi penumpang kereta dengan tujuan Jabodetabek masih bisa naik dari stasiun ini. Mereka adalah pengguna kereta listrik (KRL). KRL sendiri, menurut Adit, telah ada di Jakarta sejak tahun 1925.

Saat itu, pengelola kereta api masih dipegang oleh Belanda. Tak hanya kereta di Jakarta, tetapi seluruh kereta api di tanah Jawa. Namun sejak kemerdekaan, perusahaan kereta api diambil alih oleh pemerintah. Tepatnya, tanggal 28 September. Makanya, setiap tanggal tersebut, diperingati sebagai Hari Kereta Api Indonesia.