Bangunan tua era kolonial Belanda yang ada di Kota Magelang, Jawa Tengah, mulai didata oleh para dosen arkeologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta bersama komunitas Kota Toea Magelang (KTM).
Pendataan tersebut dilakukan sebagai upaya melestarikan ratusan bangunan tua sebagai cagar budaya. "Pendataan dilakukan mulai Minggu (17/11) hingga beberapa hari ke depan," ungkap Bagus Priyana, Koordinator KTM.
Pendataan sekaligus pendokumentasian itu dilakukan oleh tim yang terdiri dari 20 orang anggota. Mereka tidak hanya dari anggota KTM saja, tapi ada juga pencinta bangunan tua dari luar kota, seperti Salatiga dan Solo. Bahkan, ada juga warga asing.
"Sebelum pendataan itu dilakukan, sebelumnya tim telah mengikuti workshop tentang cagar budaya," kata Bagus. Bagus berujar lagi, bangunan tua yang ada akan dikategorikan dalam beberapa penilaian. Antara lain, kriteria fisik dan visual bangunan. Lalu ada kriteria nonfisik dan kriteria penanganannya.
Kriteria fisik dan visual seperti estetika, keluarbiasaan, memperkuat citra kawasan, keaslian bentuk secara arkeologis, dan keterawatan. Sementara kriteria nonfisik meliputi peran sejarah, komersial, dan sosial-budaya.
"Ini untuk mempermudah identifikasi dan penanganan masing-masing bangunan selanjutnya," ucap Bagus pula.
Dosen Arkeologi UGM, Musadad, mengaku senang bisa terlibat dalam langkah positif para pencinta bangunan tua ini. Selain sebagai bentuk pengabdian masyarakat, keterlibatannya ini juga guna turut serta dalam pelestarian bangunan bersejarah di Kota Sejuta Bunga.
“Kita mendapat teori di meja akademis dan kita aplikasikan di lingkungan masyarakat ini," jelasnya.
Dia pun menyarankan agar hasil upaya ini dapat menjadi acuan, terutama bagi pemilik bangunan agar tetap melestarikannya. Lalu bisa mendorong pemerintah agar ikut peduli dan tidak asal membongkar bangunan tua.
"Harapan ke depan tentu bisa menjadi daya tarik wisata sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat," cetusnya.