Sumberdaya Hayati, Tumpuan Indonesia di Zaman Biologi

By , Selasa, 19 November 2013 | 13:32 WIB
()

Kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tentang sumberdaya hayati menemukan bahwa perlunya membangkitkan pasar yang ada dan membuka pasar baru. Sebagai contoh pasar gula. LIPI menemukan, satu pohon kelapa bisa menghasilkan 360 kilogram per tiga bulan per tandan bunga. “Dengan harga normal Rp 8.000 per kilogram, petani bisa memperoleh 100 dollar sebulan, untuk setiap tandan bunga,” papar Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida S. Alisjahbana. Dalam Konferensi Internasional Kedua tentang Alfred Russel Wallace dan Wallacea di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, pekan lalu, Armida menjelaskan potensi besar sumberdaya hayati (bioresource) Indonesia. “Sumberdaya hayati berperan dalam pengembangan ekonomi hijau, seperti ketahanan pangan, material hayati, energi dan lingkungan,” Armida memaparkan.

Trekking untuk belajar aneka tumbuhan di TN Gede-Pangrango. Pohon ki hujan dan puspa berusia lebih dari seratus tahun masih dapat ditemukan di dalam hutan alami. (Reynold Sumayku/NGI)

Dia menegaskan, dengan memadukan pengetahuan lokal dan modern dalam keanekaragaman hayati, Indonesia bisa mempercepat pengembangan industri farmasi untuk kebutuhan domestik dan global. Tak hanya itu, bambu misalnya, Armida melanjutkan, dapat digunakan sebagai bahan bangunan dan mebel. “Bahkan, ekstrak tanaman bisa digunakan sebagai aspal hayati.” Seiring makin menipisnya minyak dan gas bumi, Indonesia bisa berpaling pada pengembangan energi terbarukan. “Bioetanol bisa dihasilkan dari biomassa selulosa dari lembah industri minyak sawit, kopra, kakao, kopi, bambu dan lainnya.” Dalam era ekonomi hijau, Indonesia juga bisa berkontribusi penting dalam penyerapan karbon dalam memerangi perubahan iklim. Beragam ekosistem di tanah air punya daya serap bagi karbon. Perlindungan dan pemanfaatan secara bijak keragaman hayati bernilai penting bagi Indonesia di abad ke-21. Ini abad yang memikat, yang kerap disebut zaman biologi. Industri yang terkait dengan sumberdaya biologi akan berkembang. 

“Namun, pengembangan industri itu hanya akan tercapai bila keberlanjutan pembangunanterjamin. Tak hanya ekonomi, pembangunan yang berkelanjutan juga mengandung aspek sosial dan lingkungan.” Dalam hal itu, pemerintah berperan penting. Yang terpenting, ungkap Armida, adalah menyeimbangkan tiga pilar: ekonomi, sosial dan lingkungan. “Sehingga, setiap peningkatan permintaan, sebagai hasil kegiatan ekonomi, tidak menyebabkan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya alam.” Lantaran itulah, tegasnya, diperlukan usaha dan komitmen untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. “Ini juga bakal menentukan masa depan anak cucu kita,” pungkas Armida.