Dua Warisan dari Nusantara untuk Dunia

By , Selasa, 19 November 2013 | 14:30 WIB
()

Apa jadinya Tanah Air yang bergelimang keanekaragaman hayati dijelajahi oleh naturalis muda berbakat? Berbekal ribuan spesimen serangga, burung, mamalia dari bumi Nusantara, Alfred Russel Wallace yang resah menemukan teori Evolusi.

Wallace  telah menempuh 22.500 kilometer di Nusantara dan mengumpulkan 125.000 spesimen selama selama 1850-an hingga 1860-an. “Pada usia 31 sampai 39 tahun, dia menjelajahi Nusantara buat mengumpulkan bukti-bukti bagi pengembangan teori Evolusi,” papar Emil Salim dalam The Second International Conference on Alfred Russel Wallace and the Wallacea, di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 10 – 13 November lalu.

Ekspedisi di Nusantara itu, Emil Salim menegaskan, sebagai pelengkap bagi penjelajahan Wallace di Amazon di Benua Amerika. Di Sarawak, Borneo, Wallace menulis sebuah karya ‘On the Law which has Regulated the Introduction of New Species.’ “Saat itu dia berusia 32 tahun,” lanjut mantan Menteri Lingkungan Hidup 1983 – 1993 ini.

Hutan kawasan Sulawesi yang menyimpan keanekaragaman hayati tinggi (Dwi Oblo).

Saat itu, Wallace seakan menemukan ‘hukum’ asal-usul spesies. “Setiap spesies menjelma secara serta-merta di dalam ruang dan waktu bersama spesies yang berkerabat,” urai Emil Salim dalam paparan di sela santap malam Konferensi yang memperingati seabad wafatnya Wallace (Wallace100) itu.

Tiga tahun kemudian, pada 1858 di Ternate, Wallace menulis “On the Tendency of Varieties to depart indefinitely from the Original Type.” Tulisan tangan yang terburu-buru itu hasil pemikirannya setelah lebih dari sepuluh tahun berspekulasi dan melakukan penelitian cermat.

Naskah itu menguraikan tentang sebuah teori Evolusi (meski tak dinamakan begitu) melalui seleksi alam (juga tidak menggunakan istilah itu) yang amat mirip dengan teori yang dikembangkan Darwin, tetapi belum dipublikasikan. Teori Evolusi itulah warisan pertama Wallace yang lahir di Nusantara. 

Warisan kedua yang hingga kini abadi di Tanah Air adalah garis Wallace. “Wallace adalah bapak biogeografi dan menulis tentang konservasi ekologi,” lanjut Emil Salim. Wallace memisahkan Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Bali dengan kepulauan di sisi timur: Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. “Garis Wallace membentang dari Selat Lombok ke Selat Makassar hingga Mindanao Selatan, di Laut Filipina,” Emil Salim menjelaskan.

Kendati Wallace meyakini seleksi alam, Emil Salim menegaskan, kapasitas mental tertinggi manusia tidak bisa muncul dari seleksi alam. “Tetapi dicapai dengan faktor-faktor nonbiologis, seperti teknologi, sains dan pendidikan.” Emil Salim menyatakan bahwa kontribusi utamanya adalah perbedaan biogeografi antara barat dan timur garis Wallace.

Baca juga: Nusa Nan Resah