Terbang Malam, Solusi Kepadatan Penerbangan di Soekarno-Hatta

By , Rabu, 20 November 2013 | 13:37 WIB

Terbang malam di atas pukul 24.00 menjadi alternatif penyelesaian jangka pendek kepadatan penerbangan di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Cara ini bisa ditempuh asal bandara tujuan mempersiapkan diri dan mau mengkreasi pasar.

Para pelaku bisnis penerbangan yang dimintai pendapat soal ini, di Jakarta, pekan lalu dan Selasa (19/11), sepakat, terbang malam bisa dilakukan. Namun, hal itu bergantung pada kesiapan bandara tujuan.

Direktur Umum Lion Air Edward Sirait mengatakan, Lion Air dan Batik Air mempunyai pengalaman terbang tengah malam, yaitu untuk rute Jakarta dengan tujuan Indonesia timur. Misalnya Batik Air yang terbang ke Ambon, berangkat dari Jakarta pukul 00.30 sampai di Ambon pukul 06.00. Dengan menggunakan jadwal tengah malam tersebut, Batik Air memanfaatkan ruang waktu yang kosong di Bandara Soekarno-Hatta.

”Tidak mudah membuka jadwal tengah malam. Namun, setelah dijalani, ternyata sambutan pasar sangat baik,” ujar Edward.

Menurut Edward, sebenarnya maskapai siap menggunakan rentang waktu yang lowong di Bandara Soekarno-Hatta, tetapi hal itu bergantung pada bandara tujuan. Jika bandara tujuan ternyata tidak siap menerima kedatangan pesawat karena sudah tutup, maskapai tidak bisa membuka jadwal itu.

Direktur Operasi Indonesia AirAsia Capt Imron Siregar juga mengatakan hal yang sama. Operasional terbang malam hanya dapat dilakukan ketika bandara lain juga melakukan hal serupa.

Menurut Imron, bandara di Indonesia yang sudah 100 persen mampu melayani penerbangan malam baru Soekarno-Hatta dan Ngurah Rai di Denpasar, Bali.

”Pilot AirAsia ada yang pernah mau mendarat di sebuah bandara menjelang pukul 06.00, ternyata petugas menara tidak menjawab permintaan pilot. Jadi, jelas banyak hal harus dipersiapkan dahulu sebelum 100 persen dapat terbang malam,” ujar dia.

Senior Manager Corporate Communication Sriwijaya Air Agus Soedjono juga mengakui ada kendala bagi maskapai untuk terbang malam.

”Masalahnya, ada bandara domestik yang belum dilengkapi dengan fasilitas operasi malam hari, salah satunya instrumen pendaratan,” katanya. Instrumen itu merupakan perangkat navigasi pendaratan yang memudahkan pilot saat malam atau cuara buruk.

Sriwijaya Air, kata Agus, juga sudah menjalani penerbangan malam bagi rute-rute menuju Indonesia timur. Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ 9572, misalnya, lepas landas dari Cengkareng pukul 00.20 dan tiba di Jayapura, Papua, pukul 08.50. Sriwijaya Air 580 juga terbang dari Cengkareng pukul 22.30 dan tiba di Jayapura pukul 07.15.

Apabila sebuah bandara mampu dioperasikan selama 24 jam, utilitas bandara dan landasan pacu dapat meningkat 30 persen karena rata-rata bandara beroperasi 18 jam. Sementara itu, kepadatan penumpang pada pagi-siang-sore juga turun 30 persen. Akses ke bandara juga lebih lengang sehingga transportasi kota lebih lancar dan menurunkan potensi gangguan yang menyebabkan keterlambatan penerbangan.

Sementara itu, untuk jangka panjang Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan, saat ini sedang dibicarakan pengadaan lahan untuk pembangunan landasan ketiga di Bandara Soekarno-Hatta.

”Ada tiga opsi. Yang pertama adalah membangun landasan yang jaraknya agak jauh, sekitar 1,5 kilometer dari landasan sekarang. Namun, ternyata biaya pengadaan lahan bisa mencapai Rp 4 triliun,” kata Bambang.

Opsi kedua adalah membangun landasan yang jaraknya dekat dengan kedua landasan yang ada saat ini (existing). Biaya pembebasan lahan akan lebih murah, yakni sekitar Rp 1 triliun. Namun, kapasitas tambahan yang didapat tidak banyak, hanya 30-35 persen.

”Ada opsi yang ketiga, yakni landasan dibangun agak jauh sehingga lebih mendekati pantai. Landasan ini akan dibuat seperti area kantong, tertutup, sehingga tetap aman. Nanti penumpang akan diangkut dengan kendaraan khusus seperti monorel untuk ke bandara utama. Namun, biaya pembangunan opsi ketiga ini masih harus dihitung,” tutur Bambang.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan bersama Angkasa Pura II dan juga Perum Navigasi akan berangkat ke Bandara Heathrow, London, Inggris, untuk belajar bagaimana bandara itu bisa menampung 100 penerbangan per jam hanya dengan dua landasan. Soekarno-Hatta juga mempunyai dua landasan, tetapi hanya mampu menampung 64 penerbangan setiap jam.