”Asyik deh, pokoknya selama di atas,” ujar Anan Supriadi (21), wisatawan asal Bontang, Kalimantan Timur, beberapa saat setelah mendarat di tanah kosong sekitar lahan pertanian di Kelurahan Songgokerto, Batu, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Ini adalah kali pertama dia melayang-layang di udara menggunakan paralayang.Awalnya, sebelum bergelantungan pada tali parasut yang dikendarai secara tandem, Anan mengaku sempat grogi. Bagaimana tidak, tanah tempatnya berpijak persis berada di puncak Gunung Banyak yang berketinggian 1.325 meter dari permukaan laut. Sementara sekitar 300 meter di bawahnya menghampar lahan pertanian dengan latar belakang Kota Batu.Setelah semua peralatan siap, ia bersama sang pilot harus menunggu beberapa saat hingga kondisi angin sesuai. Proses lepas landas yang harus diulang lantaran kondisi angin cukup kencang membuat adrenalinnya makin terpacu. ”Namun, begitu mengudara rasa takut itu hilang,” ujar karyawan swasta yang datang ke Jatim dengan tiga rekannya itu sembari tersenyum.Selama lebih dari 10 menit melayang di udara dengan paralayang, banyak pemandangan indah ia saksikan. Selain hamparan lahan pertanian yang sebagian besar ditanami sayur dan penampakan Kota Batu dan Kota Malang, wisatawan juga bisa melihat Gunung Panderman di sisi selatan dan Gunung Welirang di sisi utara yang banyak ditumbuhi pohon pinus. Jika cuaca mendukung, mereka juga bisa melihat kemegahan puncak Gunung Semeru dari kejauhan.Paling lengkapKondisi alam indah inilah yang kemudian disebut-sebut menjadikan medan paralayang Gunung Banyak mendapat predikat bintang empat atau mewah. Di Indonesia jarang ada medan paralayang yang memiliki kondisi serupa. Ahmad Fauzi, salah satu dari 11 master tandem di tempat itu, menuturkan, di Palu, Sulawesi Tengah, terdapat medan paralayang dengan tempat lepas landas lebih tinggi, tetapi pemandangan di bawahnya hanya perkotaan.”Di sini semuanya terpenuhi. Dari sisi pemandangan, semua menarik. Begitu pula dari sisi lokasi, mudah dijangkau. Fasilitas pendukung juga banyak, termasuk penginapan dan kendaraan umum,” ujarnya. Satu lagi yang menjadi unsur penting adalah kondisi angin. Angin di daerah pegunungan di perbatasan antara Kota Batu dan Kabupaten Malang itu umumnya bertipe laminar atau konstan.Karena itu, pernah ada pemain yang memecahkan rekor dengan melayang hingga 4 jam 10 menit. Gunung Banyak jadi tempat pemusatan latihan bagi atlet paralayang Jatim dan sejenisnya. Semua atlet Jatim berlatih di sini. Begitu pula sejumlah penggemar paralayang asing, seperti dari Jerman dan beberapa negara Eropa lain pernah merasakan sensasi kawasan ini.Sebenarnya Gunung Banyak menjadi wahana paralayang baru sekitar 13 tahun terakhir. Berawal dari keperluan arena Pekan Olahraga Nasional (PON) XV di Jatim. Sebelumnya sempat dicoba belasan kali mengudara dari bukit Ringin Kembar yang berjarak sekitar 2 kilometer arah barat Gunung Banyak. Pernah pula dicoba lepas landas dari Cuban Rondo yang berjarak sekitar 1 kilometer di sisi selatan Gunung Banyak.”Namun, yang paling cocok rupanya di Gunung Banyak, termasuk kondisi tempat pendaratan,” kata Ahmad yang pernah mewakili Jatim berlaga di PON XVII di Kaltim. Pergeseran tempat ternyata tidak hanya terjadi di lokasi lepas landas, tetapi juga di pendaratan. Lokasi pendaratan sempat berpindah dua kali sebelum akhirnya berada di tempat yang ada saat ini yang berjarak 350 meter dari puncak Gunung Banyak.Dalam perkembangannya, Gunung Banyak menjadi salah satu tujuan wisata. Selain paralayang, juga ada gantole dan medan downhill sepeda gunung. Mereka yang tak memiliki nyali cukup untuk bergantung di parasut bisa merasakan wahana flying fox atau membidik sasaran dengan senapan angin dalam permainan shooting target.Khusus paralayang, ada paket tersendiri yang diperuntukkan bagi wisatawan awam. Dengan membayar Rp325.000, mereka sudah bisa merasakan sensasi terbang tandem, memperoleh sertifikat, dan asuransi. Mereka juga bisa mengabadikan diri dengan kamera foto atau video.Untuk yang satu ini cukup dengan tambahan biaya Rp125.000. Bagi orang awam yang ingin bisa bermain paralayang sendiri ada sekolah khusus dengan biaya Rp7,5 juta. Siswa mendapatkan 40 kali terbang dan kartu lisensi yang berlaku internasional. ”Kecuali musim hujan, dipastikan setiap hari selalu ada yang main. Sejauh ini, kebanyakan mereka berasal dari Jawa Timur,” ujar Abdul, instruktur paralayang.