Mesin Boeing 747-8 dan Dreamliner 787 Mungkin Membentuk Lapisan Es

By , Senin, 25 November 2013 | 11:35 WIB

Lima belas maskapai penerbangan menerima peringatan tentang kemungkinan terbentuknya lapisan es pada mesin pesawat Boeing 747-8 serta Dreamliner 787.

Ancaman pembekuan ini diduga memengaruhi sejumlah tipe mesin yang dibuat oleh General Electric ketika pesawat dibawa terbang mendekati lokasi badai level tinggi, dan sudah berujung pada dua pembatalan penerbangan Japan Airlines untuk dua rute internasional.

Sudah tercatat setidaknya enam insiden sejak April lalu, pesawat yang menggunakan mesin buatan GE tiba-tiba mati saat berada di ketinggian.Untuk Dreamliner produksi Boeing, isu ini menjadi masalah teknis terbaru yang harus diatasi.

Akibat masalah baterai sebelumnya, awal tahun ini seluruh armada pesawat jumbo tipe baru itu harus dikandangkan untuk perbaikan.

Sejauh ini, baru pesawat penumpang Boeing seri 747-8 serta 787 Dreamliner yang diduga terpengaruh masalah pembekuan di ketinggian ini.

Mesin Rolls RoyceMaskapai yang diberi peringatan akan kemungkinan insiden ini antara lain Lufthansa, United Airlines, dan Japan Airlines. Dalam peringatan itu ditulis bahwa mesin pesawat besutan GE, GE's GEnx, tak disarankan dibawa terbang sejauh 50 mil laut dari arah datangnya badai yang mungkin membawa butiran kristal es.

Akibatnya, JAL memutuskan tak menurunkan armada Dreamliner-nya untuk penerbangan Tokyo-Delhi serta Tokyo-Singapura.

"Boeing dan JAL bersama berkomitmen pada keselamatan penumpang serta kru yang berada dalam penerbangan pesawat kami. Kami menghormati keputusan JAL untuk menunda operasi sebagian armada 787 pada beberapa rute tersebut," kata seorang juru bicara Boeing, bagaimana dikutip Reuters.

Sementara pada saat yang sama GE dan Boeing tengah berupaya menemukan cara untuk mengatasi problem ini dengan modifikasi peranti lunak sistem kontrol mesinnya.

Problem yang sama tidak ditemui oleh maskapai British Airways yang menggunakan mesin buatan Rolls Royce pada ramada pesawat Dreamliner mereka, kata wartawan BBC, Ben Geoghegan.