Pendekatan ini merupakan bagian dari upaya menyembuhkan AIDS. Para peneliti akhirnya berpikir untuk mencari cara memusnahkan virus HIV-AIDS, setelah 30 tahun memerangi virus mematikan yang tak bisa disembuhkan ini. Hingga akhirnya, Gedung Putih dan National Institutes of Health (NIH) mengumumkan sebuah penelitian sebagai bentuk upaya penyembuhan AIDS, dengan nilai investasi mencapai USD100 juta.Pada penelitian sebelumnya, para peneliti pernah melakukan pengujian dengan memodifikasi terapi yang saat ini digunakan untuk pasien leukemia. Pengujian ini dilakukan pada darah 15 pasien dengan HIV. Para peneliti menemukan bukti bahwa terapi modifikasi ini mampu menjangkau sel-sel yang terinfeksi. Sel laten inilah yang menyebabkan HIV tidak bisa disembuhkan. Sel-sel yang terinfeksi ini bersembunyi di dalam tubuh, diam, namun ketika pengobatan berhenti, sel-sel ini bereaksi kembali.Ekaterina Dadachova dari Albert Einstein College of Medicine di Yeshiva University New York beserta koleganya, tengah mengupayakan untuk memusnahkan sel laten ini dengan terapi kanker yang disebut radioimmunotherapy.Radioimmunotherapy menggunakan antibodi monoklonal, sebuah versi rekayasa dari virus sistem kekebalan tubuh manusia, yang kemudian bersentuhan dengan material radioaktif, bismuth-213. Antibodi ini dirancang untuk mengenali HIV, kemudian mengenai sel yang terinfeksi, dan mengantarkan radiasi yang mematikan virus HIV."Radionuklida yang kami gunakan mengantarkan radiasi hanya ke sel yang terinfeksi HIV tanpa merusak sel di sekitarnya," terang Dadachova. Menurutnya, terapi ini tidak berbahaya karena ide dasar dari radioimmunotherapy untuk HIV menggunakan isotop yang bisa menyasar sel terinfeksi secara tepat.Berdasarkan pengujian pada tikus, terapi ini mampu menghilangkan sel yang terinfeksi di tubuh, setidaknya pada sel-sel yang bisa dideteksi menggunakan metode ini. Lantaran terbukti ampuh pada pengujian hewan, tim peneliti kemudian melakukan uji klinis kepada 15 pasien yang sedang menjalani terapi HIV. Dalam pertemuan Perkumpulan Radiologi Amerika Utara, Dadachova mengungkapkan terapi ini memusnahkan sel terinfeksi yang masih bersarang di tubuh pasien, bahkan di otak. Obat-obatan bahkan tidak bisa memberikan hasil seperti ini.PBB melaporkan virus HIV yang menyebabkan AIDS, menjangkiti 35 juta orang di dunia, dan menyebabkan kematian pada 36 juta orang. Hingga saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkannya, dan vaksin pun tidak memberikan hasil optimal. Terapi obat yang disebut antiretroviral bisa menekan virus ke level terendah dan sangat kecil kemungkinannya menginfeksi yang lain. Meski begitu, masih ada virus yang tersisa. Dan jika pengobatan terhenti, virus muncul lagi. Meski pada beberapa kasus—yang terbilang jarang— pasien bisa sembuh dengan terapi obat ini.Menurut Clyde Crumpacker dari Beth Israel Deaconess Medical Center dan Harvard Medical School, Boston, satu masalah yang muncul saat ingin memusnahkan HIV adalah virus ini bisa bersembunyi di dalam sel. "Beberapa sel yang terinfeksi HIV berterbangan di bawah radar sistem kekebalan tubuh," ungkapnya.Antibodi bisa mengenali sel mana yang seharusnya diserang karena sel-sel ini menampilkan sedikit bagian protein pada permukaan sel. Namun HIV terintegrasi dengan DNA sel. Dan menurut ahli, virus ini bisa menginfeksi sel tanpa menunjukkan keberadaannya. Sehingga antibodi sepintar apa pun tidak akan bisa menemukan atau mengenalinya.Karenanya, lanjut Crumpacker, temuan Dadachova menjanjikan dan perlu dilakukan pengujian yang lebih hebat.Sementara menurut Anthony Fauci, direktur dari National Institute of Allergy and Infectious Diseases, temuan ini masih sebatas eksperimen dan belum diujikan pada manusia. Mengenai hal itu, Dadachova mengatakan timnya sedang meminta izin dan mencari bantuan dana untuk melakukan pengujian pada pasien di Afrika Selatan dan Amerika Serikat.Namun kondisinya, kongres Amerika memotong beberapa anggaran termasuk dana penelitian medis. Meski begitu, NIH masih mencari dana tambahan untuk penelitian AIDS."Penelitian tentang AIDS merupakan contoh dari satu area yang mengalami kemajuan dari tahun ke tahun, dan selalu menghasilkan peluang baru dan menarik, baik di dasar mau pun di ilmu knilis, sehingga perlu terus dikejar," tutur direktur NIH, Francis Collins.