Merangkai Keping Mosaik Jantung Tanah Dayak (II)

By , Rabu, 4 Desember 2013 | 13:08 WIB

Inisiatif menyelamatkan jantung Kalimantan telah digalang sejak beberapa tahun belakangan. Tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam, yang menempati pulau ini didorong untuk meluncurkan kesepakatan bersama dalam pengelolaan konservasi lintas batas. Dengan demikian, kawasan dataran tinggi di wilayah ini, yang menjadi sumber air bagi wilayah di bawahnya, dapat terjaga keberlanjutan manfaatnya di masa depan.  Pada 1995, Pemerintah Indonesia dan Malaysia meluncurkan kemitraan internasional dalam pengelolaan konservasi lintas batas yang pertama di Asia. Kedua negara menyepakati dua teras lindung, Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat dan Suaka Alam Lanjak Entimau, Sarawak dimasukkan dalam kawasan tersebut. Kesamaan bentang alam dan sejarah etnografi telah mendorong WWF Indonesia dan International Tropical Timber Organization (ITTO) mengajukan proposal pengelolaan konservasi lintas batas bagi kedua wilayah lindung itu. Kawasan tersebut semakin meluas saat Malaysia memasukkan Taman Nasional Batang Ai pada tahun berikutnya. Dengan luas total, 1,1 juta hektare, kawasan konservasi lintas batas ini menjadi wilayah konservasi terluas di Asia Tenggara. Namun, rekor ini terlampaui pada 2004. Taman Nasional Kayan Mentarang, wilayah lindung terluas di Kalimantan, digabungkan bersama Taman Nasional Pulang Tau, Sarawak. Perjanjian internasional mengenai pengelolaan konservasi lintas batas telah dilakukan pada sejumlah wilayah di dunia. Satwa dan tumbuhan yang tak mengenal batas wilayah sebuah negara telah menyatukan dua negara atau bahkan lebih. Untuk wilayah laut, Indonesia menyepakati kerja sama dengan Malaysia dan Filipina dalam mengelola kawasan Sulu Sulawesi.Pengelolaan dan perlindungan kawasan dataran rendah Kongo yang diluncurkan melalui Inisiatif Yaounde dapat dijadikan contoh. Inisiatif yang dideklarasikan oleh enam kepala negara Afrika Tengah ini hingga saat ini telah berhasil membentuk kelembagaan pengelolaan kerjasama ini melalui COMIFAC (Commission of Ministries in Charge of Forests in Central Africa).  Pendanaan berkelanjutan untuk kegiatan dalam inisiatif tersebut menjadi salah satu prioritas tertinggi bagi pemerintah negara dan mitra yang terlibat lainnya. Mereka berhasil membentuk dua lembaga donor, yang telah menggalang dana sebesar US$10 juta. Pada 2002, Menteri Luar Negeri Collin Powell menyatakan bahwa USAID telah memberikan hibah sebesar US$53 juta bersamaan dengan peluncuran Congo Basin Forest Partnership Program.Dalam proses penyatuan kepingan jantung Kalimantan, para peneliti menyatakan bahwa wilayah yang diusulkan tak selalu terdiri dari kawasan konservasi, seperti taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, dan hutan lindung. Pembagian tata ruang tak akan mengubah fungsi lahan yang telah ada sebelumnya. Kawasan nonlindung, seperti budidaya kehutanan (hak pengelolaan usaha hutan dan hutan tanaman industri) dan budidaya non-kehutanan (perkebunan dan pertambangan) tetap tercakup dalam usulan wilayah penyelamatan jantung Kalimantan. Di wilayah Indonesia, dari keseluruhan cakupan kawasan tersebut, hutan produksi merupakan wilayah yang paling luas.