Bumi Kita yang Dinamis

By , Senin, 9 Desember 2013 | 20:44 WIB

Semua makhluk hidup ada di zona keseimbangan yang rapuh antara dua mesin berkekuatan tinggi— lelehan kerak bumi dan kobaran Matahari. Masing-masing memicu gaya, mencipta gempa, gunung api, dan cuaca ekstrem yang membentuk daratan dan lautan kita.

Sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu awan debu terkondensasi menciptakan planet kita ini. Lapisan-lapisan terbentuk saat ia mulai mendingin. Golakan internal tak henti memindahkan panas ke permukaan, untuk dilepaskan.

Lapisan kaku yang disebut lempeng tektonik melahirkan permukaan Bumi. Batuan di dasarnya bersifat lengket, bersirkulasi dalam arus konveksi yang secara perlahan membuat lempeng saling menggilas.

Lelehan batu bisa membakar lempeng dan membuka kawah. Sementara saat dua lempeng kerak bertabrakan, atau yang satu menghunjam lainnya, Bumi kadang bergetar dengan dahsyatnya. Kita kenal sebagai peristiwa alam bernama gempa bumi.

Kerak Bumi itu sendiri layaknya cangkang berbatu, memiliki rentang ketebalan mulai dari 8 kilometer di bawah samudera hingga 72 meter di bawah pegunungan. Selain kerak, terdapat selubung (atas dan bawah), dan bagian inti yang merupakan metalik padat. Meski, bagian inti juga memiliki lapisan luar inti cair yang berputar dalam bentuk kolom di sekitarnya dan menghadirkan medan magnet Bumi.

Samudera menyelimuti lebih dari dua pertiga planet, serta berinteraksi dengan atmosfer, membuat Bumi bisa dihuni. Ada pun gangguan di dasar laut —khususnya gempa— memicu bencana tsunami: ombak menggunung yang dapat meluluhlantakkan pantai yang diserang olehnya.

Atmosfer berupa lapisan gas yang rapuh. Fungsinya melindungi planet dari radiasi dan bahaya-bahaya lain. Teraduk oleh rotasi Bumi dan berganti tekanan serta suhu, atmosfer berubah secara konstan, menjadikan apa yang kita alami sebagai cuaca. Dalam putaran konstan, udara yang dihangatkan pancaran Matahari di daerah tropis mengalir ke kutub seiring dengan udara kutub yang dingin bergerak ke daerah tropis.

Seharusnya, Bumi melepaskan energi ke luar angkasa yang sama jumlahnya dengan yang diserap dari Matahari. Gas rumah kaca (green house gas/GHG) di atmosfer yang menghadang pelepasan energi ini.