UU Agraria 1961 mengizinkan warga memiliki tanah garapan dengan mengurus sertifikat kepemilikan. Kini, sekitar separonya sudah berpindah pada pendatang (lebih) baru. Bob Sadino awal 1970-an adalah salah satu pendatang pertama dengan membeli 1.000m2 lahan seharga sebungkus rokok per m2 di Jl Al Ibadah, kini Kemang Selatan 1A. Sepulang merantau dari Belanda, ia berternak ayam negeri. Tapi warga lokal tiada tertarik pada si broiler. Mampu berbahasa Inggris, Bob beralih ke warga asing yang tak hanya membeli telur dan ayamnya tapi juga minta disediakan garam merica. Bob pun membuka warung kecil Kem Chicks, usaha dagang pertama di Kemang. Permintaan akan ragam makanan Barat – daging asap, sosis, kornet mendorongnya membuat pabrik daging olah di Pulo Gadung (1974). Usahanya berkembang mulai 1980-an. Warga asing adalah arsitek sejati Kemang. Pilihan mereka menetap menarik warga elite Indonesia, mengikuti kota satelit Kebayoran Baru di 1950-an. Komplek Pusri di Kemang dikuti pusat belanja Hero Supermarket dan lain-lain. Segala mansion, house for rent, usaha dagang dan jasa, terutama di Kemang Raya, Kemang 1, Kemang Selatan 1, Kemang Selatan 8, Kemang Utara dan Kemang Timur tercipta untuk memenuhi kebutuhan mereka. Daripada mengisi waktu luang di café, gallery, pusat perbelanjaan di Blok M dan Jakarta Kota, mereka dijaga tetap di Kemang. Duta Fine Arts di Kemang Utara, dan Jimbani Cafe & Gallery (kini tutup) di Kemang Raya 85 tercatat sebagai salah satu pelopor.“Orangtua dulu sering mengajak makan di Eastern Promise, restoran tradisional India, Kemang Raya 5, tetangga Kem Chicks, ” kenang Suzan, “Kini jadi bar bule lebih besar, ada live band. Buat saya, walau bermunculan bar lain, ini tetap favorit untuk hang out tiap Jumat malam sampai dini hari. Cozy, harga bir murah, atmosfer bagus, warga asing dan lokal berbaur. Pelayan semua wanita. Bule muda-muda, bukan dirty old man. Kita sendiri tak bakal dicap 'ayam' – wanita penghibur. Kalau weekend penuh sekali.”*) dimuat di National Geographic TRAVELER Vol.I No.5, Juli-Agustus 2009, hlm.24-29