Sepotong Kuta di Jakarta (5)

By , Kamis, 12 Desember 2013 | 18:01 WIB

Walau tata ruang terus berkembang, bahkan di masa gubernur Ali Sadikin, Kemang ingin dipertahankan sebagai kawasan hunian hijau, seperti Menteng. Gubernur DKI paling dikenang ini melihat jauh ke depan. Kali Krukut yang kini terkepung bangungan, ikut menyumbang Banjir Besar Jakarta 2002 ke Kemang. Instruksi Gubernur DKI No.77/1997 menyatakan Kemang status quo, tiada  tambahan ruang usaha. Jadi pernah ada penyegelan 20 tempat usaha. Soerjadi Soedirdja menangkap gelagat oil boom kedua – krisis monoter rupiah justru rezeki besar warrga asing yang menyerbu Kemang, yang ditangkap pengusaha jeli. Tapi Sutiyoso lewat  Instruksi Gubernur No.140/1999 meresmikan  Pembentukan Kawasan Kampung Modern Kemang, atas masukan Pemda Jakarta Selatan dari masyarakat, dan tim pakar UI-ITB. Kawasan bisnis penyerap lebih dari 10.000 pekerja ini bisa dikembangkan dengan syarat : bukan industri berat, perizinan lengkap, bangunan tak melanggar garis sepadan bangunan dan jalan, dan sesuai pembagian wilayah. Seluruh Kemang Raya boleh untuk bisnis, Kemang Timur dan Kemang Utara khusus galeri, tak boleh ada café. Kemang Selatan untuk perkantoran. Apotek dan dokter boleh di semua kawasan.      Kampung modern idealnya mandiri dengan perumahan, bisnis dan hiburan malam.untuk mengurangi kemacetan ke arah Blok M. Tapi, Kemang justru jadi pusat kemacetan baru bagi semua jalannya yang hanya selebar 4m. Sampai akhir 2008, 73% lahan dan pemukiman telah beralih jadi kawasan bisnis dan perkantoran, dari seharusnya hanya 1,5% (Dinas Tata Ruang DKI ).  *) dimuat di National Geographic TRAVELER Vol.I No.5, Juli-Agustus 2009, hlm.24-29