Dari Senayan, dengan Bangga... (3)

By , Jumat, 13 Desember 2013 | 14:47 WIB

Asian Games IV/1962 membuahkan rancangan kota modern Jakarta. Bung Karno dan para insinyur Indonesia dipimpin Ir Sutami memperhitungkan sarana penunjang vital lain. Jembatan Semanggi dan jalan baru 14 km dari Grogol-Mampang Prapatan, jalan raya Thanmrin dan Sudirman untuk menghubungkan Senayan dengan Hotel Indonesia, dan TVRI. Lokasi pun dipilih. Awalnya direncanakan berlokasi di sisi selatan Dukuh Atas. Rencana itu diubah atas saran arsitek F Silaban yang memperkirakan, kemacetan akan terjadi di sekitar Bundaran Tugu Selamat Datang yang akan dibangun. Dicarilah lokasi lebih jauh dan terpilihlah Senayan sebagai perbatasan Jakarta dengan kota setelit Kebayoran Baru. Perbatasan iklim gunung dan laut – sejuk, tak terlalu panas, sangat cocok untuk berolahraga.Senayan menurut Rancana Garis Besar Kota Jakarta 1957 berada di jalur hijau. Kompleks olahraga ini menuntut pengorbanan warga 4 kampung –Senayan, Petunduan, Bendungan, Pejompongan. Pada 19 Mei 1959, dimulailah pembebasan tanah dan pembongkaran bangunan. Sekitar 60.000 warga Betawi pun tergusur ke Tebet, Slipi, Kebon Nanas, Ciledug, Pasar Minggu, bahkan ke Bogor. Di Tebet, misalnya, mereka tak nyaman karena terancam perampok yang mengincar uang gusuran, sulit mencari sumber nafkah baru di tanah sempit yang bisa terbeli dengan ganti rugi itu. Lebih baik keluar kota untuk dapat tanah luas.Pada 8 Februari 1960, tiang pancang pertama Stadion Utama ditanamkan, disaksikan Wakil PM Anastas Mikoyan. Pembangunannya memang didanai kredit lunak dari Uni Soviet, 12,5 juta dollar AS. Gelora memadu rancangan arsitek Uni Sovyet dan Indoensia, konsepnya mengacu pada arsitektur modern aliran konstruktivisme. Konon, PM Nikita Kruschev kecewa karena tiada prasasti yang menyebutkan stadion utama berkapasitas 110.000 penonton itu – terbesar kala itu –  dibangun atas bantuan negaranya. Meski Stadion Utama sempat kebakaran pada Oktober 1961,  Asian Games IV dibuka sesuai rencana, 24 Agustus 1962. Hanya empat tahun setelah negara kecil Singapura mengejek, wartawan olahraga terkemuka Norman Siebel, tamu Departemen Olahraga untuk meliput persiapan AG IV, menulis untuk edisi khusus the Asia Magazine, “Konstruksinya prestasi tak tertandingi dalam sejarah olahraga Asia dan bahkan mungkin dunia.”*) dimuat di National Geographic TRAVELER  Vol II No.02, Maret-April 2010, hlm.26-31