Dari Senayan dengan Bangga... (7)

By , Jumat, 13 Desember 2013 | 15:12 WIB

Ada 20 ha blok perkampungan atlet internasional dan perumahan karyawan. Sejak Mei 1962, jalan-jalan lingkungannya diberi nama khas dari kota metropolitan negara peserta dan cabang olahraga yang dipertandingkan. Untuk atlet putra dibangun Wisma Aneka I (196 unit) di Jl Bola Volley 89-90, dan Wisma Aneka II (54 unit bungalow, 60 unit couple) di Jl Tokyo. Woman dormitory Hotel Hasta di lokasi Senayan City kini, Jl Asia-Afrika 9. Bagi tamu dari Asian Games Federation, International Olympic Committee, dan International Sport Federation dibangun International Guest House, Hotel Asri, Jl Pintu I (sejak 1991 dipugar jadi Hotel Atlet Century Park). Pintu bagi perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan yang mengitari Gelora kian terbuka. Hampir semua gedung non-olahraga yang berdiri di lahan Gelora memiliki ikatan kerja sama berbentuk build, operation and transfer (BOT). Ruang terbuka hijau dipertahankan. Bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta disusun Rencana Induk Kawasan Gelora Senayan yang menetapkan Koefisien Dasar Bangunan maksimum 20%. Ruang terbuka itu kemudian jadi 84% setelah penataan Parkir Timur jadi Taman Parkir, pembangunan gerbang di Plaza Selatan dan penggantian pagar lingkungan pada pertengahan 2004.Persoalan politik sempat menghapus jejak Bung Karno jadi Gelora Senayan. Pada 17 Januari 2001, Presiden Abdurrahman Wahid mengembalikan sebutan Gelora Bung Karno bagi kompleks olahraga ini. Yang hilang adalah kebersamaan kehidupan perkampungan atlet yang memacu semangat, yang tergusur jadi Plaza Senayan. Terpencarnya pusat latihan nasional – antara lain, Pelatnas Bulutangkis di Cipayung, Jakarta Timur, Pelatnas Bola Voli di Sentul, Jawa Barat – bisakah dijadikan alasan untuk terus menurunnya prestasi olahraga Indonesia, bahkan di tingkat Asia Tenggara yang dulu dirajai dengan mudah?Sabtu pagi di Plaza Barat, salah satu pintu gerbang utama ke Stadion Utama, suatu hari di Januari 2010 teronggok nasi goreng. Limbah penjaja nasi goreng yang tiap malam menangkap rezeki Pengundang burung berpesta. Sekeliling Stadion Utama, sejumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran universitas negeri dan swasta menawarkan pemeriksaan gratis kadar kolesterol dan gula darah. Ada kerumunan warga menyaksikan akrobatik sepeda sekelompok pemuda.     ‘Proyek mercusuar’ untuk menghapus rasa rendah diri sebagai bangsa terjajah dengan bangunan megah yang berasas Pro Bono Publico, masih bisa dinikmati dengan mudah dan murah. *) dimuat di National Geographic TRAVELER  Vol II No.02, Maret-April 2010, hlm.26-31