Memburu Soto H. Achri Hingga ke Gang Sempit

By , Minggu, 15 Desember 2013 | 13:40 WIB

Pemburu rasa enak makanan terkadang tak peduli dengan lokasi. Saya pernah diajak makan belut di Medan di tempat yang masuk gang. Begitu juga dengan Soto Haji Achri ini.Tempat jualan soto Haji Achri ini bukan rumah makan atau restoran yang mahal. Namun letaknya menyelinap di antara keramaian Pasar Baru Garut, tepatnya di Jalan Mandalagiri, Gang Hardjo. Di mulut gang sempit selebar 2,5 meter itu, warung soto Haji Achri memakan hampir dua pertiga lebar gang. Praktis hanya tersisa sekitar 1 meter untuk akses warga keluar masuk.Tetapi, inilah serunya, menyantap soto di antara hilir mudik warga yang keluar masuk gang. "Kami sudah jualan sejak tahun 1943. Ya di gang ini aslinya. Haji Achri itu ayah saya. Sekarang warung soto ini saya teruskan setelah bapak wafat," kata Haji Endang.Dua buah meja panjang seukuran tiga meter diapit oleh masing-masing dua bangku panjang bisa menampung 20 orang dewasa. Warung ini setiap hari selalu ramai pengunjung.Setiap hari, Endang dan istrinya Hj Wanti dibantu dua karyawannya selalu setia melayani para pelanggan. Kesetiaan adalah kunci dari bisnis keluarga ini. Endang tetap menjaga kualitas rasa dan tidak mengubah proses memasaknya. Sampai sekarang, soto Haji Achri tetap dimasak di atas tungku kayu bakar."Memasaknya memakai tungku dengan kayu bakar. Tak pakai kompor gas karena rasanya bisa beda," jelasnya. Kiat seperti ini banyak kita temui di beberapa warung tradisional. Di Bandung misalnya, ada cap cay yang dimasak di atas tungku arang.Menurut Endang, banyak pelanggan sotonya berasal dari luar kota, seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, termasuk sejumlah pejabat. "Pelanggannya mulai dari zaman ayah saya dulu. Ada yang dulu masih kecil pernah diajak orangtuanya ke sini, sekarang gantian mengajak keluarganya. Pak Suryadarma Ali waktu jadi Menteri Koperasi juga pernah ke sini," kata Endang.Salah satu pengunjung adalah Andi alias Daeng (55), laki-laki asal Bugis, Makassar, yang sudah menetap di Garut sejak tahun 1994. Ia mengaku sebagai pelanggan setia soto Haji Achri. "Tidak banyak makanan sunda yang cocok dengan lidah saya. Tapi, dengan soto Haji Achri ini sepertinya langsung berjodoh. Pas di lidah saya, rasanya segar," kata Daeng.Semangkuk soto Haji Achri adalah paduan kuah soto bersantan dengan bumbu dan rempah pilihan. Sementara isiannya adalah daging sapi, daun seledri, bawang goreng, dan taburan kacang kedelai goreng."Akan lebih nikmat jika dimakan nasi putih hangat dan kerupuk kulit kerbau. Rasanya dari dulu sampai sekarang tidak berubah," kata Koh Liem, warga Bandung yang pernah bermukim di Garut sepuluh tahun silam.Banyak pelanggan seperti Koh Liem ini sengaja bernostalgia di Garut untuk menikmati soto Haji Achri. Berdesakan di gang sempit bagi mereka adalah harga yang setimpal demi menikmati semangkuk soto legenda Garut itu.