Aksi Tiga Maestro Tari Tradisional

By , Rabu, 18 Desember 2013 | 08:30 WIB

Tiga orang empu tari tradisional Indonesia akan mementaskan karya-karyanya dalam acara bertajuk "Maestro! Maestro!" di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada hari Rabu (18/12) malam.

Pagelaran tari "Maestro! Maestro!" yang digelar tahun ini merupakan ke delapan kalinya, semenjak digelar 2009 lalu.

Acara yang digelar Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ini akan menampilkan karya-karya tiga empu tari Indonesia yaitu Syamsuar Sutan Marajo (65 tahun), Irawati Durban Ardjo (70 tahun) dan Amaq Raya (80 tahun).

Menurut siaran pers DKJ yang diterima BBC Indonesia, Syamsuar Sutan Marajo, asal Saniang Baka, Solok, Sumatera Barat, merupakan maestro Tari Tan Bentan. Tarian itu dia pelajari langsung dari mendiang Jamin Manti Jo Sutan, yang terkenal sebagai pakar Tari Piring serta Tan Bentan.

Adapun Irawati Durban Ardjo, salah satu murid Tjetjep Sumantri yang terkenal memperkenalkan tari Sunda sudah sejak tahun 1950-an, akan mementaskan Tari Merak Bodas. Tari ini merupakan pengembangan terbaru dari karya klasiknya, Tari Merak, yang asalnya diciptakan pada 1965. Dia juga akan mementaskan Tari Klana Bandopati Losari yang diambil dari salah sastu repertoar ragam Tari Topeng Cirebon gaya khas Losari.

Sementara Amaq Raya akan menampilkan Tari Gagak Mandiq — yang lebih dikenal sebagai dasar pengembangan tari kreasi baru di Lombok — yang dia ciptakan pada 1950-an.

Menurut panitia, program Maestro! Maestro! diawali tujuan untuk menampilkan para empu penari tradisi yang mencerminkan kekayaan kebudayaan tari lokal di Indonesia. Sejak dilaksanakan tahun 2009, acara ini telah mementaskan beragam tari tradisi yang ditarikan sendiri oleh sang empu sebagai sumber gerak tradisi yang diwakilinya.

Pengecualian terjadi di edisi keenam (2012) ketika program bertema Dialog Tari menampilkan para empu yang tidak melulu berlatar tari tradisi Indonesia.

"Pada edisi 2013 ini, Maestro! Maestro! tidak hanya ingin menampilkan para empu sebagai sumber referensi tradisi, tetapi juga mulai menempatkan istilah ‘tradisi’ dan ‘tradisional’ ke dalam konteks historis yang lebih kritis," demikian diungkap dalam rilis DKJ. Pendekatan serta perspektif kritis ini, tercermin dalam pemilihan ketiga Maestro pada edisi 2013.

"Yang masing-masing mewakili tiga jenis tari yang memiliki asal-muasal serta jejak historis yang berbeda satu sama lain," lanjut panitia.

Membicarakan tradisi sebagai sebuah persepsi dan perspektif historis-artistik inilah yang akan dirintis mulai Maestro! Maestro! tahun ini.

"Semoga pendekatan ini bisa menjadi landasan untuk membaca kembali tari tradisi Indonesia secara kritis untuk mengenal kebudayaan kita, dan memahami kompleksitas sejarah tari Indonesia."