Seribu Soal Pulau Seribu (2)

By , Jumat, 20 Desember 2013 | 11:44 WIB

Kepulauan Seribu yang terletak di Teluk Jakarta awalnya adalah satu kecamatan di Kotamadya Jakarta Utara, baru tahun 2001 menjadi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan ibu kota di Pulau Pramuka. Ada 110 pulau di kawasan itu, 45 di antaranya untuk pariwisata dan 11 pulau didiami penduduk. Ekosistem Kepulauan Seribu adalah pulau-pulau sangat kecil tak lebih dari 10 hektar dan perairan laut dangkal cuma 40 meter. Hanya Pulau Payung dan Pari yang kedalamannya lebih dari 40 meter. Pemerintah menetapkan 107.489 hektar kawasan ini termasuk ke dalam taman nasional laut yang dilindungi oleh perundang-undangan.

Saya turun di Pulau Panggang, pulau terpadat penduduknya di Kepulauan Seribu. Tampak anak-anak bermain-main di dekat dermaga kecil yang berair hitam dan lapisan minyak bekas dari kapal yang sedang dibersihkan. Tiap hektar pulau yang luasnya sembilan hektar ini dihuni oleh 400 orang, sedangkan di Pulau Kelapa dan Pulau Harapan di sebelah utaranya dihuni 350 orang per hektar. Rumah-rumahnya padat berhimpit, tak beraturan dan kotor karena sampah berserakan. Hampir semua penduduk mandi dan buang air besar di pantai, dan air bersih harus didatangkan dari pulau-pulau yang lain.

Pemerintah sudah meminta mereka mengosongkan daerah di tengah-tengah pulau dan akan mengubahnya menjadi taman yang terbuka. Rumah-rumah mereka akan dibangun di atas air. Tetapi sampai sekarang pertemuan itu belum berhasil membujuk penduduk Panggang. Ada yang beralasan takut anak-anak mereka akan tercebur ke laut, ada juga yang mengaku belum biasa punya rumah di atas air.

Cerita di Pulau Pramuka lain lagi. Penduduk pulau ini punya tradisi memasak kima berkuah menjelang Lebaran, sebagai teman makan ketupat. Awalnya wisatawan Korea dan Jepang yang menyukai kuahnya, lalu nelayan setempat melanjutkan kebiasaan itu, memasak kima dengan dibakar, digoreng, dibumbui kecap plus bawang. Atau ditambahi campuran kentang dan ikan saat Lebaran.

Yang biasa diambil adalah kima pasir, kima kuku, dan kima kuping alias kima gaet, dinamakan begitu karena mengambilnya cukup dengan pengait sepanjang beberapa meter. Dengan snorkeling, mereka sudah bisa memanen kima. Bila sudah penuh satu blong, seukuran drum 100 liter, kima-kima itu dikeringkan lalu dikirim ke kota Tangerang di barat Jakarta. Tujuh jenis kima, termasuk kima raksasa (Tridacna gigas) yang dilindungi biasa dimasak oleh para nelayan.

Dimuat di National Geographic Indonesia, Mei 2006, hlm.118 -125