Amanda Katili : Cinta Bersahaja untuk Kelestarian Dunia (3)

By , Jumat, 27 Desember 2013 | 14:57 WIB

Sampah pun membentuk jaringan bisnis. “Tukang sampah yang punya banyak langganan ini, bila tak kuat lagi kerja, akan “menjual“ pelanggannya pada tukang sampah muda lain. Menaikkan sampah ke truk kan juga harus bayar,“ lanjut Amanda.

Walau telah melanglang buana mengikuti berbagai lokakarya, konferensi, menjadi pembicara di berbagai forum internasional, dengan berbagai teori “besar“, Amanda kerap dibumikan di tanah air, justru oleh rakyat kecil.

“Beberapa tahun lalu, saya pulang ke kampung orangtua saya di Gorontalo, delapan jam dari Manado. Saya sewa delman Rp 10.000 keliling ke kerabat sampai pukul 10-an. Setelah menerima pembayaran, si kusir bilang akan pulang saja. Pendapatan itu sudah cukup untuk makan hari ini. “

Selama ini mungkin kita biasa menyebut mereka pemalas, tak mau kerja lebih keras untuk lebih mengangkat taraf hidup. Namun kalau dipikir-pikir, “Sikap hidup secukupnya inilah yang menjaga lingkungan hidup tetap lestari. Tak serakah menerapkan prinsip ekonomi, memanfaatkan sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan sesedikit mungkin.“

Siapa Bilang Perut Dulu?

Saat menyebarkan pengetahuan yang ditimba di Canada, “Awalnya saya ragu-ragu membawakan materi tentang sampah, hujan asam, perubahan iklim dan pemanasan global, karena takut terlalu tinggi. Tapi ketika saya putarkan <I>An Inconvenient Truth</I>, tanggapan rakyat kecil di pelosok mengagetkan, itu petunjuk Tuhan untuk kita berbuat sesuatu, kata mereka!“

Amanda pun menimbang kembali jargon, bahwa perut kenyang dulu baru pikirkan soal lingkungan. “Rakyat kecil yang urusan perutnya belum beres ternyata peduli lingkungan. Jadi, siapa yang bilang bahwa perut dulu baru Lingkungan? Kita rasanya harus mengubah asumsi kita yang selama ini mengkotak-kotakkan pemerintah, LSM lingkungan dan perusak lingkungan. Kita tak bisa bilang lagi, kita harus mendidik masyarakat.. That’s not fair. Lingkungan hidup adalah bidang yang bisa dimasuki semua orang. Sebab, tiap orang toh terlibat langsung dengan lingkungan kesehariannya.“

Christantiowati, dimuat di majalah INTISARI, 2008