Angin Perubahan dari Arab Saudi (4)

By , Senin, 30 Desember 2013 | 20:02 WIB

Soal kehidupan pribadi, pers Arab Saudi berseberangan dengan Inggris dan Amerika Serikat yang senang mengorek-ngorek tempat sampah keluarga kerajaan, kepala negara dan pesohor. Kehidupan keluarga kerajaan Saudi Arabia dibiarkan tak terusik. Berita tentang Islam, keluarga kerajaan Saudi Arabia dan pemerintah tetap dianggap peka.

Jadi, tak banyak yang diketahui dari kehidupan pribadi Abdullah. Wilkipedia menyebutnya mempunyai empat istri yang memberinya 22 anak – 7 laki-laki dan 15 perempuan. Ia menggemari olahraga berkuda dan menjadi pelindung klub berkuda di Riyadh. Minatnya yang luas akan bacaan diwujudkan dengan mendirikan Perpustakaan Umum King Abdul Aziz dengan koleksi ribuan buku di Riyadh dan Casablanca, Maroko. Ia juga mendukung Festival Warisan Budaya yang digelar tiap tahun di Janadriyah, dekat Riyadh. 

Tiga dekade lalu, pers Inggris dan AS pernah membahayakan hubungan bilateral dengan Arab Saudi. Ini gara-gara Inggris pada April 1980 dan jaringan televisi PBS, Mei 1980 menyiarkan Death of A Princess arahan wartawan dan pembuat film dokumenter berkebangsaan Inggris, Anthony Thomas.

Dokudrama itu menggambarkan peristiwa pada 15 Juli 1977. Saat itu Mishal’al bint Fahd bin Muhammad bin Abdul Aziz al Saud, cucu Muhammad bin Abdul Aziz, kakak tertua Khalid bin Abdul Aziz yang kemudian menjadi raja, dihukum mati pada usianya yang ke-19 di lapangan terbuka bersama kekasihnya. Mereka dihukum atas tuduhan berzina. Film ini dianggap merupakan serangan pada keluarga kerajaan dan penghinaan pada negara.

Film itu juga dianggap sebagai citra buruk bagi Arab Saudi yang dianggap banyak merampas hak wanita, padahal Islam begitu demokratis dan menghormati hak perempuan. Padahal pada tahun yang sama, Samar Fatani mungkin bisa disebut sebagai salah satu perintis kemajuan perempuan Arab Saudi.

Dalam bidang informasi, putri diplomat yang pernah bertugas di Malaysia dan Turki itu menjadi serba yang pertama di negerinya. Dia adalah perempuan pertama yang muncul di televisi pemerintah pada 1977 sebagai pembaca berita bersama rekan pria, Shu’aa Ar-Rahid, yang pertama ditampilkan fotonya di suratkabar Maha A-Futaihi. Setahun sebelumnya, ialah pegawai wanita pertama di Departemen Informasi negerinya di bagian penyiaran bahasa Inggris.

Beruntunglah Samar Fatani karena ibunya yang juga berpendidikan tinggi mendorong pendidikan setinggi-tingginya bagi putra-putrinya. Samar meraih gelar dalam bidang jurnalistik dari Universitas Kairo dan menikah dengan wartawan terkenal, Khaled Al-Mu-eena, pemimpin suratkabar The Arab News dan dikaruniai lima putra-putri.

Saat krisis kepercayaan pada dunia Arab, khususnya Arab Saudi setelah tragedi 11 September 2001, Samar bersama wartawan dan cendekiawan lain banyak menulis di internet untuk menepis kesalahpahaman Barat tentang Arab dan Islam.

Dari kalangan kerajaan, ada Putri Arwa bin Fadh Bint Abdallah bin Muhammad bin Saud, yang mengenyam pendidikan komputer dari Reading University dan memperoleh gelar doktor dari South Bank University di Inggris. Awalnya mengamalkan ilmunya di rumah untuk pengembangan situs sebelum akhirnya pada 1998 mendirikan Ram World, perusahaan pertama di Saudi Arabia yang bergerak dalam pengembangan internet.

Abdullah telah memberi isyarat memungkinkan kebebasan lebih besar pada perempuan. Bila perempuan diberi peran lebih besar menyumbangkan kemampuan mereka, mungkin Arab Saudi akan mencapai masa jayanya kembali.