Asuransi Bisa Menarik Jika Reputasi Baik

By , Jumat, 3 Januari 2014 | 08:30 WIB

Kesadaran akan pentingnya merencanakan keuangan dan masa depan dengan asuransi, sudah tinggi pada sebagian orang.

Sebagian orang lagi juga beranggapan, untuk apa asuransi kesehatan? Kita bisa menjaga kesehatan agar terhindar dari berbagai penyakit kritis.

Jangan lupa, pemegang polis pun perlu terus merawat kesehatannya. Namun, dengan memiliki polis asuransi setidaknya seseorang punya jaminan atas ketidakpastian usia dan kesehatan. Inilah sebabnya polis asuransi dibutuhkan setiap individu.

Suatu studi dari The Marketeers pernah mengungkap data bahwa penetrasi asuransi di Indonesia masih sangat kecil, hanya 10 persen dari total populasi. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Teknik dan Operasional Bumiputera Fauzi Arfan.

Banyak kalangan yang enggan berasuransi, karena ketidakpahaman mengenai pentingnya asuransi. Atau karena punya pengalaman buruk dengan agen asuransi atau perusahaan asuransi itu sendiri pula.

Namun hasil temuan terkini dari Indonesia’s Hottest Insight (IHI) yang diselenggarakan Gramedia Majalah mungkin bisa menjadi kunci penting bagi para perusahaan asuransi agar dapat meningkatkan konsumennya.

Fakta menarik mengenai reputasi untuk syarat dalam memilih perusahaan asuransi, terutama bagi kalangan pria. Diketahui bahwa ternyata pria Indonesia cenderung memilih perusahaan asuransi terutama karena reputasinya. Bahkan reputasi perusahaan merupakan hal yang penting bagi pria.

Mengapa?

Pria lekat dengan harga diri, kebanggaan, dan reputasi. Kehilangan reputasi perusahaan bisa berakibat buruk terlebih bagi finansial perusahaan.

Hal kedua yang tak kalah penting adalah kemudahan klaim. Bagi perusahaan asuransi terkadang kemudahan klaim dianggap dapat menggerus laba perusahaan.

Namun, di level persaingan saat ini, memberikan kemudahan klaim identik dengan reputasi yang baik. Adalah Prudential menguasai persaingan produk asuransi di segmen pria dengan menguasai: 26 persen pasar asuransi kesehatan, 25 persen pasar asuransi jiwa, dan 36 persen pasar asuransi pendidikan.

Menyusul kemudian Jamsostek yang menguasai 18 persen pasar asuransi kesehatan dan 14 persen pasar asuransi jiwa.