Selera yang Melintasi Massa dan Masa

By , Rabu, 15 Januari 2014 | 14:02 WIB

Taklukkan lewat perut. Pepatah China ini memang ampuh. Makanan minuman tak hanya pemikat asmara, tapi bisa jadi awal pergaulan antarbangsa. Eropa yang terpikat Nusantara karena rempah-rempah berubah jadi penakluk. Tapi susu, keju, roti mereka diterima pribumi. Barat dan Timur bisa menyatu dalam ontbijkoek, kue kering kayu manis. Hingga kini disukai. Sejumlah café dan toko roti yang berdiri sejak awal abad ke-20 dihidupkan pencinta boga yang mewariskan seleraa. Inilah dua wakil dari Bandung, Parijs van Java bagi Kolonial Belanda.

Bandoengsche Melk Centrale

Di dinding muka bangunan yang usai dipugar pada 1999 masih seperti dalam foto dokumentasinya, tertera 1928. Tapi sejarahnya dimulai Maret 1903 ketika kapal Perancis, La Seyne merapat di Tanjung Priuk, mengantar 20 orang Broer (keturunan Belanda, termasuk Louis Hirschland dan van Zijl) dari Afrika Selatan. Di Pangalengan dan Lembang, mereka mengusahakan sapi perah, dan mendirikan Bandoengsche Melk Centrale (BMC). Koperasi dan pusat pengolah susu ini pada 1938 menangani 13.000 liter susu per hari dari 22 usaha pemerahan di Bandung dan sekitarnya. Nasionalisasi perusahaan Belanda pada 1958 membawa BMC pada Kodam Siliwangi, Departemen Peternakan, Pemda Jawa Barat berbendera PT Agronesia (2001).

Sajian utama BMC, susu murni pasteurisasi (dipanaskan 85ºC selama 10 menit, disimpan di suhu 4ºC),  dan yoghurt, susu yang diragi selama 6 jam. BMC mengolah 50.000 gelas 180 ml per hari dengan pilihan rasa asli, strawberry, blueberry dan leci. Bagi saya yang tak terlalu suka susu asam, yoghurt cocktail-nya terasa pas. Tak terlalu kental dan asam. Bakery-nya dengan 2.000 potong roti sehari, melengkapi sajian lain, dari es krim sampai boga khas Sunda. Coba menarik ragam selera.

Toko Kue Bawean

Berawal dari kursus masak terbatas di Jl Sumatra 7, pasangan Tedjakusmana dan Netty Yusuf merintis Toko Kue Sweetheart di Jl Sumatra 51 pada 1946, hanya setahun pasca Proklamasi.  Saat itu masih amat jarang yang membuka toko kue. Pelanggan kebanyakan warga Belanda. Ketika ada ketentuan untuk menghindari penamaan asing pada 1990-an, nama pun berganti jadi Toko Kue Bawean.

Kini, ada sekitar 50 jenis sajian roti, bolu, kue kering. Tapi yang paling disukai adalah mocca tart dan nougat tart  dengan rum, dan cokelat wafel. Rum bukan saja ciri khas, tapi jadi pengganti pengawet yang pantang digunakan, hingga tart dan bolu gulung bisa bertahan seminggu, kue kering tahan 2 – 3 bulan. Rum diolah sendiri dari meragi ketan putih dicampur bahan rasasia lain, dan siap digunakan dalam 3 – 4 hari. Mocca tart, nougat roll, nougat roll dan bolu gulung dibuat dengan telur ayam dan bebek. Sementara cake marmer dan lapis malang dengan telur ayam, kuning telurnya saja. Putih telurnya dimanfaatkan menjadi Schempies.

Harga tart, cake dan bolu gulung berkisar Rp 50.000 – 400.000. Mahal? Relatif.  Untuk membuat lapis malang berselai strawberry 22 x 28 cm, misalnya, dibutuhkan sekitar 70 telur ayam kampung, kuning telurnya saja. Ukuran separonya dibandrol Rp 200.000. Rasanya legit dan sedap. Anda boleh tak sependapat, tapi saya merasa mendapatkan lebih dari yang saya bayarkan.